Kembali ke Alkitab yang sebenar-benarnya (Truly back to the Bible)

Sejarah New Life

Sejarah New Life
(It's a lifestyle, not just a "church")


Sejak pertama kali saya dipanggil menjadi hamba Tuhan (baca: pendeta), tidak ada niat sama sekali di dalam diri saya untuk memulai sebuah gereja baru. Bagi saya pada waktu itu jumlah gereja yang ada sudah terlalu banyak. Pada kenyataannya, gereja saling berlomba untuk menampilkan "pertunjukan" seindah dan semenarik mungkin di dalam ibadah mereka. Beberapa gereja menampilkan kemahiran mereka dalam hal pujian dan penyembahan, sementara beberapa gereja lainnya mempersembahkan pertunjukkan spektakuler berupa mujizat dan kesembuhan. Beberapa gereja yang lebih konservatif, menekankan akan pentingnya pengajaran sehingga seakan-akan lupa bahwa Allah telah memberikan kuasa dan karunia-karunia Roh kepada gereja-Nya. Dengan kondisi semacam ini, adakah keinginan untuk merintis sebuah gereja baru?
Di tengah perjalanan menapak "karir" dalam jenjang kependetaan, saya mulai merasakan adanya kegelisahan di dalam diri saya. Beberapa orang berkata: "Semua dapur sama kotornya…", sedangkan beberapa yang lainnya berkomentar: "Antara teori dan praktek tidak dapat disamakan…" Saya bertanya-tanya, apakah saya terlalu naif? Apakah saya yang salah? Inikah model kekristenan yang harus kita teladani sebagaimana yang biasa dilakukan sepupu kita yang berkata: "Imani saja, jangan dipertanyakan?"
Perlahan tapi pasti, Allah mulai memberikan pencerahan melalui khotbah-khotbah dan buku-buku Kristen yang bernafaskan profetik-apostolik, pengajaran dan prinsip-prinsip utama tentang gereja rumah,  beserta pendalaman Alkitab yang saya lakukan sendiri. Satu hal yang tidak saya sadari adalah, bersamaan dengan pencerahan itu, Allah menaruh gambaran-gambaran yang ideal tentang gereja (baca: jemaat). Beban sudah ada, tetapi kerinduan untuk merintis jemaat belum kuat. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai  pada suatu hari saya diberi sebuah mimpi yang saya yakin betul bahwa itu bukan sekedar bunga tidur. Di dalam mimpi itu saya sedang berada di dalam kumpulan para pendeta dimana salah seorang rekan saya menyampaikan gurauannya kepada salah satu petinggi di sinode bahwa saya akan segera merintis sebuah gereja baru. Singkat cerita, saya terbangun dari tidur dan pada saat itu juga terlintas sebuah kalimat dalam hati saya: "New Life". Saya berpikir sejenak dan mengambil kesimpulan bahwa nama new life (hidup baru) adalah sebuah nama yang cocok dengan semua gambaran yang telah Allah berikan mengenai gereja. Namun setelah beberapa waktu berlalu, berdasarkan pengalaman dan fakta yang saya lihat dari gereja-gereja yang ada, saya protes kepada Tuhan dengan sebuah keluhan yang saya kira berasal dari Tuhan sendiri: "Buat apa sebuah nama, ya Tuhan, kalau pada akhirnya nama itu akan menjadi sebuah Babel yang baru?" Saya tidak pernah mengira bahwa jawaban Tuhan sangat jauh di luar perkiraan saya. Dengan lembut Ia berkata: "New Life bukanlah sebuah nama, tetapi sebuah gaya hidup. Siapa saja di kemudian hari yang meninggikan nama New Life, sesungguhnya ia sudah keluar dari gaya hidup new life itu sendiri." Wow... sungguh menakjubkan.
Permasalahannya tidak berhenti sampai disana. Saya masih harus menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi menuju tahap akhir, yaitu tesis saya yang sempat tertinggal 2 tahun lamanya. Selain itu, saya juga harus menunggu kesempatan yang tepat untuk mengundurkan diri dari gereja saya yang lama karena tidak mungkin dengan doktrin yang saya miliki hari ini saya tetap bernaung di bawah sinode yang lama. Akhirnya waktu yang ditunggu itupun tiba. Bulan november tahun 2007, saya diwisuda dan beberapa hari kemudian saya mengajukan permohonan pengunduran diri kepada pihak gereja dengan alasan ingin merintis gereja baru. Untuk beberapa bulan lamanya saya bersama dengan keluarga merasakan jadi jemaat GKJJ (gereja Kristen jalan-jalan) dengan tujuan mencari sinode yang cocok dengan gambaran gereja yang telah Allah berikan. Setelah sekian bulan dan sekian sinode saya datangi, termasuk mengunjungi Bimas Kristen Jawa Barat untuk berkonsultasi, akhirnya saya menyerah. Namun diantara bulan-bulan tersebut, tepatnya tanggal 15 Januari 2008, kami (saya, istri dan 3 orang lainnya) memulai ibadah kami yang pertama. Semula saya tidak bermaksud untuk memulai ibadah sebelum menemukan sinode yang cocok, tetapi rupanya Allah memiliki rencana yang lain. Seorang teman saya yang merupakan salah satu pelayan di sebuah gereja mengalami perselisihan yang tajam di gerejanya yang lama sehingga mengharuskan ia dan istrinya keluar dari sana. Kemudian ia mendesak saya untuk segera memulai perintisan gereja yang rancangannya memang pernah saya ceritakan kepadanya. Akhirnya, dengan situasi dan kondisi yang saya yakin telah diatur sendiri oleh Tuhan, kami memulai ibadah kami yang pertama di minggu yang ketiga bulan januari 2008.
Di tengah kebingungan kami -  seandainya ada anggota baru yang dibaptis atau menikah - yaitu bagaimana kami dapat mengeluarkan surat baptis atau surat nikah, sekali lagi Allah bekerja dengan cara-Nya yang ajaib. Suatu kali saya berkunjung ke rumah rekan saya yang juga seorang pendeta. Saya sempat sharing mengenai situasi sulit yang sedang kami hadapi. Tetapi tanpa diduga, rekan saya tersebut malah menyatakan bahwa ada kemungkinan sebentar lagi gereja rumah akan memiliki sinode. Rupanya pemerintah saat ini sedang melakukan penertiban atas penggunaan sinode yang tidak sedikit menimbulkan konflik antar agama, bahkan di lingkungan orang Kristen sendiri. Dari apa yang saya dengar dari pihak Bimas Kristen, pemerintah akan mentertibkan proses administrasi sinode-sinode di Indonesia. Sinode-sinode yang sudah lama tidak aktif alias mati suri dianjurkan untuk bergabung dengan sinode-sinode yang lain. Salah satu sinode yang terancam bubar atau harus merger adalah GPK (Gereja Penggerakan Kristus). Pemimpinnya berdoa agar Allah memberikan jalan keluar bagi masalah mereka. Sementara itu para penggerak gereja rumah juga berdoa agar mereka mendapatkan payung hukum atau institusi yang dapat menaungi mereka dalam segala hal yang berhubungan dengan pemerintah. Allah menjawab doa keduanya sekaligus. Terpujilah Tuhan...
Kira-kira 3-4 minggu setelah kunjungan ke rumah rekan pendeta yang sudah saya ceritakan di atas, saya dihubungi melalui HP bahwa sinode GPK akan mengadakan pertemuan dengan para pelaku gereja rumah. Singkat cerita terjadilah kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Kalau dipikir-pikir, saya heran sekaligus kagum dengan cara Tuhan memberikan jalan keluar bagi kami semua, yaitu komunitas-komunitas gereja rumah (termasuk komunitas saya) dan gereja-gereja lokal sinode GPK yang terancam bubar.
Selanjutnya sinode GPK berkembang menjadi sinode interdenominasi. Kami menyadari betapa sulitnya mencari sinode yang mau menerima anggota yang tidak sepaham dengan doktrin mereka sendiri. Oleh sebab itu, kami selaku pengurus sinode GPK membuka diri terhadap berbagai macam aliran teologi yang kesulitan mencari naungan hukum. Saat ini setidaknya ada lebih dari 10 aliran teologi yang terhimpun di dalam sinode GPK. Sebut saja Pentakosta, Kharismatik, Profetik-Apostolik, Gereja Rumah, Kasih Karunia, Reformed, Sacred Name Movement, Unitarian, Sabelianisme, Berea, Ortodox Mesir, dsb.
Akhir kata, GPK New Life / Hidup Baru bisa dikatakan sebagai gabungan dari berbagai macam aliran teologi. Namun apabila ditanya, aliran apa yang paling menonjol di dalam GPK New Life? Maka saya akan menjawab aliran gereja rumah di mana penekanan yang paling utama (pengajaran dan praktek) adalah doktrin keimamatan setiap orang percaya. 

0 Response to "Sejarah New Life"

Post a Comment