POG
PERGERAKAN ORANG KUDUS
"Dan
Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi,
baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala
dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus."
(Efesus
4:11-13)
MASALAH PENAFSIRAN
Ide utama dari ayat-ayat diatas sebenarnya berkata bahwa Yesus Kristus
yang adalah Rasul, Nabi, Penginjil, Gembala dan Guru Agung kita telah
memberikan karunia jawatan-Nya kepada beberapa orang untuk menyelesaikan tugas
pelayanan-Nya. Dialah yang telah
memanggil Petrus, Yohanes dan Paulus untuk menjadi rasul-rasul-Nya. Demikian
pula Ia yang telah menetapkan beberapa orang lainnya untuk menjadi nabi,
penginjil, gembala dan guru. Tidak ada seorangpun yang akan membantah kebenaran
ini. Persoalannya adalah apakah kelima jawatan ini, khususnya jawatan rasul dan
nabi, masih diperlukan sampai sekarang?
Hampir
semua teolog konservatif meyakini bahwa setelah Alkitab selesai ditulis maka tidak
dibutuhkan lagi kehadiran rasul dan nabi. Mereka merujuk kepada Efesus 2:20 yang
mengatakan bahwa jemaat dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi
dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru. Mereka meyakini bahwa tugas
para rasul yang dimaksud di sini adalah menulis Alkitab Perjanjian Baru (PB) dan
tugas para nabi adalah menulis Alkitab Perjanjian Lama (PL). Sekarang setelah Alkitab PL dan
PB selesai ditulis, maka konsekuensi logisnya adalah tidak diperlukan
lagi jawatan rasul dan nabi.
Tafsiran
seperti ini nampaknya sangat teologis dan Alkitabiah. Tetapi yang namanya
sebuah tafsiran, walaupun sudah teruji, masih memiliki peluang untuk salah.
Pernahkah saudara berpikir mengapa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
menolak Tuhan Yesus sebagai Mesias? Kenyataannya ini adalah masalah penafsiran.
Alasan utama mengapa ahli-ahli Taurat menolak keberadaan Yesus sebagai Mesias
adalah karena mereka memiliki penafsiran yang salah tentang Mesias. Mereka
menyangka bahwa yang namanya Mesias tidak akan pernah mati sebab Ia akan
menjadi raja atas bangsa Israel untuk selama-lamanya. Mesias yang mereka tunggu
adalah Mesias yang asal-usulnya tidak diketahui dan Ia akan datang untuk
membebaskan bangsa Israel dari penjajahan – mungkin mereka berharap bahwa kisah nabi Musa akan terulang kembali – Ironisnya, tafsiran mereka mengenai
Mesias bukanlah sebuah penafsiran yang asal-asalan, melainkan sebuah tafsiran
yang didasarkan atas Firman yang tertulis. Bisa dikatakan, tafsiran mereka
adalah tafsiran yang sangat alkitabiah. Tetapi Alkitab Perjanjian Baru telah
membuktikan bahwa penafsiran mereka ternyata salah. Apabila kita mau berkaca
dari pengalaman para ahli taurat dan berusaha untuk jujur kepada diri kita
sendiri, masihkah kita dapat berkata bahwa tafsiran yang ada pada kita pada
hari ini adalah kebenaran yang tidak mungkin salah?
Tentu
saja saya tidak akan menolak penafsiran dari orang-orang yang saya hormati
tanpa alasan dan dasar yang kuat. Untuk itu, marilah kita melihat kepada
penafsiran yang didasarkan pada kitab Efesus 2:20. Benarkah bahwa rasul Paulus
bermaksud untuk memberitahukan kepada jemaat di Efesus (para pembaca) bahwa dasar dari jemaat
adalah Alkitab yang ditulis para rasul dan para nabi? Setidak-tidaknya
saya memiliki empat keberatan atas tafsiran ini:
Pertama, sama sekali tidak disebutkan di
sini (bahkan di seluruh Alkitab) bahwa tugas dari para rasul dan para nabi
adalah menulis Alkitab, yang pada akhirnya akan menjadi dasar dari gereja yang
bersifat pasif. 1 Korintus 3:10-11 justru menegaskan hal yang sebaliknya,
yaitu:
“Sesuai
dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang
ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain
membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan,
bagaimana ia harus membangun di atasnya.
Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari
pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” Jadi
yang dimaksudkan gereja (jemaat) yang dibangun di atas dasar para rasul dan
para nabi adalah merujuk kepada pelayanan dari para rasul dan para nabi yang
secara aktif meletakkan dasar (batu penjuru), yaitu Yesus Kristus (Band. Roma
15:20).
Kedua, suatu hukum dalam penafsiran
Alkitab berkata “sebuah teks tidak dapat mempunyai arti yang tidak pernah
dimaksudkan oleh penulis dan pembacanya.”[1]
Tentu saja, jemaat Efesus sebagai pihak pembaca, tidak akan pernah menyadari
bahwa suatu hari nanti, tulisan dari para rasul yang mereka baca akan menjadi Alkitab yang disebut Perjanjian Baru.
Ketiga, apabila ditafsirkan bahwa para
rasul menulis Perjanjian Baru dan para nabi menulis Perjanjian Lama, maka seharusnya
semua Perjanjian Baru ditulis oleh para rasul dan semua Perjanjian Lama ditulis
oleh para nabi. Lalu Bagaimana dengan kitab Lukas, Markus dan Kisah
Para Rasul? Walaupun para penulis kitab-kitab ini memiliki hubungan yang dekat
dengan para rasul, namun tetap saja mereka bukan rasul. Memiliki wibawa kerasulan (apostolik) sama sekali berbeda nilainya dengan jawatan rasul (apostle) itu sendiri. Oleh sebab itu, faktanya ada suatu
perkecualiaan yang terjadi di sini dan apabila suatu tafsiran memiliki
perkecualian-perkecualian yang tidak didukung oleh fakta Alkitab lainnya, maka
kebenaran akan tafsiran tersebut bisa saja dipertanyakan.
Keempat, apakah para nabi yang
dimaksud di sini adalah para nabi Perjanjian Lama? Bacalah kelanjutan dari
Efesus 2:20 sampai dengan Efesus 3:5. Di sana rasul Paulus menyebutkan
bagaimana beliau mendapatkan pengertiannya tentang rahasia Kristus, dimana
rahasia tersebut tidak diberitakan kepada angkatan yang terdahulu, tetapi
yang sekarang dinyatakan di dalam Roh kepada rasul-rasul
dan nabi-nabi-Nya (ayat 5). Perhatikan ada keterangan waktu “tetapi
yang sekarang” yang menunjuk kepada masa Perjanjian Baru yaitu setelah
Kristus dimuliakan. Artinya, nabi-nabi yang dimaksud di sini bukanlah nabi-nabi
Perjanjian Lama, melainkan nabi-nabi Kristen. Oleh sebab itu, menghubungkan
antara Efesus 2:20 dengan 2 Petrus 3:2 adalah keliru, sebab nabi-nabi yang
dimaksud di dalam Efesus 2:20 adalah nabi-nabi Kristen, sedangkan nabi-nabi
yang dimaksud di dalam 2 Petrus 3:2 adalah nabi-nabi Perjanjian Lama.
Lebih jauh lagi dalam hal penafsiran. Marilah kita kembali
pada ayat-ayat pembuka dari bab ini, yaitu Efesus 4:11-13. Di sana dikatakan
bahwa Yesus Kristus, setelah kenaikan-Nya ke Sorga, memberikan rasul-rasul,
nabi-nabi, penginjil-penginjil, gembala-gembala dan guru-guru dengan sebuah
tugas, yaitu memperlengkapi orang-orang kudus. Perhatikan bahwa
selanjutnya rasul Paulus memberikan sebuah keterangan waktu (ayat 13).
Keterangan waktu yang dimaksud adalah kata “sampai” yang artinya menunjukkan
suatu rentang waktu yang tidak tentu, di mana masa berlakunya akan berakhir
apabila syarat-syarat yang ditentukan telah terpenuhi. Kondisi atau syarat yang
diharapkan terjadi adalah: Jemaat yang mencapai kesatuan iman, pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan
penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Tentunya
kita meyakini bahwa syarat-syarat di atas belum terpenuhi seluruhnya, maka
secara sederhana dapat ditafsirkan bahwa kelima jawatan masih diperlukan sampai
sekarang.
Saya tidak akan
memperpanjang lagi pembahasan mengenai ada-tidaknya jawatan rasul atau nabi. Namun alasan
mengapa saya memasukkan bahasan mengenai rasul dan nabi adalah karena saya
ingin membahas tentang dampaknya secara langsung dari kehadiran para rasul dan
para nabi modern. Inilah berita utamanya:
Pertama, dasar
dari gereja telah kembali. Apa artinya? Allah sudah menetapkan melalui firman-Nya
bahwa dasar dari gereja adalah para rasul dan para nabi dengan Yesus Kristus
sebagai batu penjuru. Selama ini kita telah mengandalkan jawatan penginjil,
gembala dan guru untuk membangun jemaat. Tentu saja kita menghargai apa yang
telah mereka lakukan bagi tubuh Kristus, namun lebih daripada itu, kita harus
melangkah pada apa yang Allah sudah tetapkan pada mulanya.
Kedua, untuk
pertama kalinya sejak gereja mula-mula kita memiliki kembali secara penuh apa
yang disebut sebagai “The Equipper”[2].
Saya kira, inilah saat yang paling tepat bagi gereja untuk kembali kepada
tugasnya yang utama, yaitu memperlengkapi jemaat, bukan sekedar melayani
jemaat.
KESALAHAN PARADIGMA TENTANG TUGAS UTAMA GEREJA
"untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan,
bagi pembangunan tubuh Kristus"
(Efesus
4:12)
Apabila
saudara mencermati penggalan ayat yang tertulis di atas, maka saudara dengan
segera akan menemukan kunci jawaban atas pertanyaan berikut ini: apakah yang
menjadi tugas gereja, yang dalam hal ini diwakili oleh karunia lima jawatan?
Tepat sekali, jawabannya adalah memperlengkapi orang-orang kudus, yaitu supaya
mereka dapat melaksanakan tugas pelayanan, sehingga tubuh Kristus dapat
dibangun.
Kesalahan
yang telah dilakukan gereja selama ini adalah merekalah yang melakukan tugas
pelayanan, bukan orang-orang kudus (jemaat). Tentu saja hal ini tidak
sepenuhnya salah, sebab biar bagaimanapun, mereka yang terpanggil ke dalam
pelayanan lima jawatan, termasuk juga ke dalam bagian orang-orang kudus. Jadi
orang-orang yang terpanggil masuk ke dalam pelayanan lima jawatan memiliki
tugas rangkap: Pertama, memperlengkapi orang-orang kudus, yaitu sebagai bagian
dari kelima jawatan. Dan kedua, melayani tubuh Kristus, yaitu sebagai bagian
dari orang-orang kudus.
Inti
persoalannya disini terletak pada masalah ketidakseimbangan, yaitu
ketidakseimbangan di dalam hal melaksanakan tugas. Selama ini gereja jauh lebih
banyak melakukan tugas pelayanan ketimbang tugas memperlengkapi jemaat. Coba
saja kita bayangkan, seandainya gereja melakukan tugasnya untuk memperlengkapi
jemaat, maka gereja akan menghasilkan jemaat yang dewasa dan siap untuk
melaksanakan tugas pelayanan mereka. Namun kenyataan yang terjadi pada hari ini
adalah gereja masih merupakan tempat yang nyaman bagi kanak-kanak rohani untuk
berkumpul sehingga sebagian besar waktu dan energi gereja tersita untuk merawat
dan melayani mereka.
Salah
siapa? Salah gereja! Maafkan saya, hai… rekan-rekan hamba Tuhan untuk berterus
terang secara demikian, tetapi inilah saatnya bagi kita untuk mengakui bahwa
kita memang bersalah dengan tidak mempersiapkan jemaat untuk menjadi jemaat
yang melayani, dewasa dan militan. Kalau begitu apa yang seharusnya dilakukan gereja? Berikut ini ada empat langkah praktis yang dapat dipraktekkan agar
jemaat dapat diperlengkapi dengan semestinya:
1. Temukan bakat, minat dan
kepribadian mereka.
Ini berbicara tentang panggilan dan visi pribadi. Pernahkan saudara
membayangkan mengapa ada sebagian orang yang sangat antusias pada pelajaran
olah raga sementara sebagian orang lainnya lebih senang berkutat dengan rumus
matematika yang membuat pusing tujuh keliling? Jawabannya terletak pada hal
minat dan bakat yang berbeda. Kita harus mengerti bahwa Allah telah
mempersiapkan semua orang kudus untuk melakukan suatu tugas khusus dalam
kehidupan mereka. Untuk itu, Allah telah memperlengkapi mereka dengan minat,
bakat dan kepribadian yang sesuai dengan panggilan-Nya.
2. Temukan fungsi dan karunia
mereka.
Bahasan mengenai hal ini akan diuraikan secara khusus pada bab “menemukan
karunia.” Namun sebagai pendahuluan, saya akan menekankan bahwa tugas gereja
sebagai equipper bukanlah “mengkloning” pelayanan mereka kepada orang lain,
melainkan menemukan jenis pelayanan tiap-tiap anggota jemaat dan kemudian
menjadikan mereka dewasa di dalam pelayanan mereka.
3. Perlengkapi mereka:
a.Muridkan. Ini berbicara tentang
menjalin hubungan dan keteladanan hidup. Manusia adalah peniru yang baik namun
pendengar yang buruk. Mereka (jemaat) dengan cepat akan bertumbuh apabila
mereka melihat seorang mentor yang memberikan teladan hidup yang baik.
Bagaimana caranya agar mereka dapat melihat keteladanan hidup kita? Yaitu
dengan memberikan (menginvestasikan) waktu dan energi kita bagi mereka.
Seandainya saudara adalah seorang penggemar buku serial silat Kho Ping Ho, maka
saudara akan mendapatkan pengertian yang benar mengenai istilah pemuridan. Di
dalam cerita silat Kho Ping Ho, apabila seorang guru berkelana di dunia
persilatan, maka sang murid akan mengikuti bukan saja apa yang diperintahkan
oleh sang guru, melainkan juga tindakan-tindakan yang diambil oleh sang guru
manakala ia menghadapi suatu masalah. Biasanya, karakter dari seorang murid
tidak berbeda jauh dari gurunya, kecuali ia mengalami suatu pengalaman hidup
yang ekstrem seperti pertobatan, atau kekecewaan. Bukankah Tuhan Yesus
melakukan hal yang sama terhadap murid-murid-Nya?
b.Ajarkan. Ini berbicara tentang
“transfer knowledge.” Sifatnya pribadi dan tidak terbatas pada kelas. Jadi,
bukan kelas pengajaran seperti yang sudah sering kita dengar dengan istilah
katekisasi, SOM, pemuridan, atau istilah-istilah lain yang serupa dengan itu,
melainkan head-to-head, atau bisa juga dalam suatu kelompok kecil yang terdiri
dari 2-3 orang. Intinya, pertemuan tersebut haruslah merupakan sebuah pertemuan
di mana komunikasi dua arah bisa terjadi dan dilakukan dalam situasi yang
kondusif. Maksudnya, jangan sampai pertemuan tersebut merupakan sebuah
formalitas dari program pengajaran gereja, melainkan menjadi suatu gaya hidup
pengajaran di gereja tersebut.
c. Arahkan. Yaitu berdasarkan point 1 dan
2 di atas (mengenai bakat dan karunia). Kita dapat mengarahkan jemaat untuk
melakukan apa yang menjadi tugas dan bagian pelayanan mereka.
4. Impartasi. Setelah sekian waktu lamanya
menerima “pendidikan” (baca: diperlengkapi), maka tibalah saatnya untuk
melepaskan, mendorong dan mempercayai mereka untuk melakukan suatu tugas
pelayanan. Jikalau saudara percaya pada penumpangan tangan (1 Timotius 4:14 dan
2 Timotius 1:6), maka inilah saatnya yang paling tepat untuk memberikan impartasi
pengurapan Allah.
PERGERAKAN ORANG KUDUS
Pertama
kali saya mendengar istilah “pergerakan orang kudus”, hal itu terjadi ketika
saya membaca sebuah buku karangan Bill Hamon yang berjudul “Apostolic &
Prophetic Reformation”. Pada mulanya saya sedikit ragu akan keabsahan dari
prediksi (atau nubuat) ini. Persoalannya, pada waktu itu saya masih tidak
percaya akan keberadaan para rasul dan para nabi modern. Namun setelah saya
mempelajari apa yang mereka katakan dan mencoba untuk memeriksa dengan seksama sanggahan
dari pihak-pihak yang tidak setuju, saya percaya bukan saja pada keberadaan para
rasul dan nabi modern, melainkan juga percaya kepada pergerakan orang kudus
yang menyusul setelah itu.
Seperti
sudah dijelaskan sebelumnya, kehadiran para rasul dan para nabi, telah membuat
gereja, untuk pertama kalinya sejak gereja mula-mula, memiliki secara penuh
“the equipper.” Apakah yang istimewa dengan hal ini? Untuk pertama kalinya
orang-orang kudus dapat diperlengkapi secara utuh – yaitu dari sisi kerasulan,
kenabian, penginjilan, penggembalaan dan pengajaran – sehingga mereka bisa
bangkit untuk menggenapi Amanat Agung Tuhan Yesus.
Saya
akan memberikan sebuah ilustrasi yang mungkin dapat membuat saudara lebih
mengerti apa yang saya maksudkan (atau mungkin lebih bingung lagi?). Ketika
seorang pelatih utama sebuah tim sepak-bola melakukan tugasnya, ia akan dibantu beberapa orang asisten pelatih yang bekerja sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Para asisten itu adalah pelatih penjaga gawang, pelatih bidang fisik,
pelatih bidang skill, pelatih taktik permainan, dan juga mungkin beberapa
pencari bakat (scout). Setiap asisten melakukan bagiannya untuk melatih para
pemain dengan tujuan agar mereka dapat mencapai kemampuan terbaik mereka.
Yesuslah “Pelatih Utama” dari tim sepak-bola yang dalam ilustrasi ini artinya
adalah orang-orang kudus. Sebagai Pelatih Utama, Yesus akan memberikan
kepercayaan kepada para asisten-Nya (lima jawatan) untuk melatih
(memperlengkapi) para pemain yang tergabung ke dalam klub sepak-bola tersebut.
Keberhasilan seluruh tim adalah keberhasilan semua pemain, semua asisten
pelatih dan tidak ketinggalan pelatih utama yang mendapatkan pujian paling
besar.
Selama
ini, katakan saja, kita tidak memiliki asisten pelatih taktik permainan (rasul)
dan juga asisten pelatih skill (nabi). Akibatnya, kekuatan tim menjadi lemah
dan mudah dikalahkan. Kondisi seperti ini wajar terjadi karena memang peranan
dari kedua asisten itu sangat penting. Namun demikian, di dalam gereja,
meskipun peranan dari para rasul dan para nabi sangat penting – yaitu sebagai
dasar gereja – tetapi kesatuan dari kelima jawatan tetaplah merupakan yang
terpenting.
Hasil
yang diharapkan dari kembalinya kedua jawatan ini ke dalam tubuh gereja adalah
bangkitnya orang-orang kudus yang sudah diperlengkapi untuk bergerak ke dalam
seluruh aspek kehidupan masyarakat dan menjadi berkat di sana. Bayangkan
apabila ada seorang dokter Kristen yang memiliki karunia kesembuhan, kesempatan
ini akan menjadi sarana penginjilan yang sangat efektif. Atau seorang pemimpin
bangsa dengan karunia kepemimpinan dan kata-kata hikmat. Atau bisa juga seorang
psikolog yang disertai dengan karunia memberi nasehat. Atau bukan tidak mungkin
seorang pemulung jalanan yang mempunyai karunia mujizat. Di atas semuanya itu,
apabila mereka telah diperlengkapi dengan benar, baik dalam hal pengetahuan
maupun karakter, maka saya percaya akan terjadi lagi “ketakutan” pada
masyarakat kita, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Kisah Para Rasul.
[1] Gordon Fee, Hermeneutik,
(Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2001), hlm. 57
[2] Equipper adalah istilah dalam bahasa inggris
yang berasal dari kata “equip” yang artinya menurut kamus Inggris-Indonesia
karangan Hasan Shadili adalah memperlengkapi dan akhiran “er” menunjukkan orang
atau pelaku. Jadi istilah equipper
menunjuk pada pihak atau orang-orang yang memperlengkapi.
0 Response to "POG"
Post a Comment