Kembali ke Alkitab yang sebenar-benarnya (Truly back to the Bible)

MAKNA DAN ARTI GEREJA

APA ITU GEREJA?

Quote 1 = “Gereja bukanlah nama tempat atau organisasi melainkan organisme, yaitu kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari kehidupan yang lama.

Quote 2 = “Gedung gereja bukanlah bait Allah melainkan rumah ibadat. Bait Allah adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus.

Quote 3 = “Yesus yang membangun gereja-Nya, bukan kita yang membangun gereja-Nya.”



Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya
(Matius 16:18)


PENDAHULUAN

Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan: Apa yang terlintas di dalam benak saudara ketika saudara mendengar kata “Gereja”? Apakah itu nama suatu tempat di mana orang Kristen beribadah? Atau nama sebuah organisasi gereja seperti GKI, HKBP, GBI, GPDI, dsb?
Selanjutnya, berikan jawaban saudara atas pertanyaan ini: Apa yang terlintas di dalam benak saudara ketika saudara mendengar kata “Jemaat”? Saya yakin bahwa jawaban saudara pasti berbicara tentang sekumpulan manusia, bukan organisasi, bukan tempat, bukan sinode, apalagi sebuah gedung.
Kalau kita mau jujur bicara maka seharusnya kita mengakui bahwa tidak ada istilah gereja di dalam Alkitab. Kata “Gereja” berasal dari bahasa Portugis “Igreja” (baca: igreya) yang juga merupakan terjemahan dari bahasa Latin “Ecclesia” yang tidak lain adalah kata serapan dari bahasa Yunani “Ekklesia”.
Apabila ditinjau dari asal-usulnya, maka seharusnya jawaban kita atas kedua pertanyaan di atas adalah sama, tetapi mengapa jawaban kita berbeda? Permasalahannya terletak pada penggunaan istilah gereja (church) yang menggantikan kata jemaat (assembly). Selama kata pengganti yang dipergunakan tidak mengubah makna yang terkandung di dalamnya, maka hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi di dalam kasus ini, makna gereja sudah melenceng jauh dari apa yang tertulis di dalam Alkitab. Kita hanya setuju secara teori bahwa gereja adalah jemaat, tetapi praktek di lapangan berbicara lain. Sesungguhnya kita sedang menggenapi teguran rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang berkata, “Aku dari golongan Paulus (Protestan). Atau aku dari golongan Apolos (Pentakosta). Atau aku dari golongan Kefas (Katolik). Atau aku dari golongan Kristus (Ouikemene).”
Beberapa orang mungkin menganggap saya (atau kami) terlalu membesar-besarkan masalah dengan mempersoalkan istilah gereja dan praktek organisasi gereja saat ini. Tetapi perlu saya tegaskan di sini bahwa perhatian kami bukanlah soal istilah atau praktek organisasi – buktinya kami masih tetap mempergunakan istilah gereja dan tetap mempergunakan organisasi gereja sebagai wujud ketaatan kami kepada pemerintah – tetapi pada masalah penyimpangan yang telah terjadi.


KELAHIRAN JEMAAT (GEREJA)
Yesus berkata, “Engkau adalah Petrus (Petros) dan di atas batu karang (Petra) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku (Ekkesia)…” (Mat 16:18).
Siapakah batu karang (Petra) yang dimaksud di sini? Beberapa teolog menyatakan bahwa batu karang yang dimaksud adalah rasul Petrus. Alasannya karena Petros adalah nama atau gelar yang diberikan Tuhan Yesus kepada Simon (Yoh 1:42), sedangkan Petra adalah bentuk feminim dari Petros (seperti Christian dan Christine). Pernyataan Yesus ini menunjuk kepada hari Pentakosta – yang diyakini sebagai hari kelahiran jemaat – di mana rasul Petrus berkhotbah, 3000 jiwa diselamatkan. Namun beberapa teolog lainnya berpendapat bahwa satu-satunya dasar dari jemaat adalah Tuhan Yesus. Fakta dari Alkitab menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah batu karang rohani (1 Kor 10:4) dan batu penjuru yang dibuang oleh ahli-ahli bangunan, yang tidak lain adalah dasar dari suatu bangunan (1 Kor 3:11).
Manakah pendapat yang benar? Entahlah, namun saya sendiri berpendapat bahwa kedua-duanya benar. Yesuslah yang mendirikan jemaat-Nya secara rohani (real), yaitu melalui pencurahan Roh Kudus, sedangkan rasul Petrus dipilih Yesus untuk mendirikan jemaat-Nya secara lahiriah, yaitu orang pertama yang meletakkan dasar pada hari Pentakosta.
Dasar dari pemikiran seperti ini diambil dari Efesus 2:19-20 yang berkata, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.”
Berdasarkan surat keterangan di atas, saya percaya akan dua hal berikut ini: Pertama, Yesus Kristus adalah satu-satunya dasar dari jemaat, yaitu Tokoh yang membaptis dengan Roh Kudus yang tidak lain adalah Pribadi yang melahirkan jemaat ke dalam tubuh Kristus (bangunan Allah) melalui proses kelahiran kembali.
Kedua, saya meyakini bahwa pernyataan yang mengatakan bahwa jemaat dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi bukanlah menunjuk kepada pribadinya (rasul dan nabi), melainkan kepada pelayanannya (kerasulan dan kenabian). Maksudnya pelayanan kerasulan dan kenabian adalah dasar (utama dan pertama) dari pembangunan jemaat. Adapun wujud dari pelayanan kerasulan dan kenabian yang dimaksud di sini adalah pelayanan meletakkan dasar bangunan, yaitu “meletakkan” Yesus Kristus sebagai batu penjuru (1 Kor 3:10-11) atas setiap orang percaya mula-mula.
Mungkin ilustrasi berikut ini dapat membantu. Ketika seorang tukang batu (rasul dan nabi) meletakkan batu karang (batu penjuru) sebagai dasar dari pembangunan sebuah rumah, maka pekerjaan itulah yang disebut sebagai pelayanan dasar (utama dan pertama). Sebelum tukang batu menyelesaikan tugasnya meletakkan dasar bangunan, maka tukang tembok tidak dapat mendirikan batu bata di atasnya.

Related image    Jadi inilah alasan mengapa rasul Petrus dan Yohanes diutus ke Samaria, yaitu supaya kedua rasul tersebut menumpangkan tangan kepada jemaat di Samaria, yakni agar mereka beroleh Roh Kudus (Kis 8:14-17). Di sana dikatakan bahwa Filipus hanya membaptis di dalam nama Tuhan Yesus. Pertanyaannya, apakah seorang diaken yang dianggap penuh dengan Roh Kudus dan menerima pengajaran langsung dari para rasul (Kis 6:5), tidak memahami bahwa baptisan harus dilakukan di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus? Saya kira jawabannya tidak, tetapi justru karena Filipus memahami bahwa pelayanan meletakkan dasar adalah tugas dan otoritas yang semula hanya dimiliki para rasul. Demikian pula kitab Kisah Para Rasul mencatat bagaimana rasul Petrus meletakkan dasar di Kaisarea (wilayah Yudea) dan rasul Paulus meletakkan dasar di Efesus (perwakilan ujung bumi), yaitu merupakan penggenapan dari nubuatan Tuhan Yesus tentang pencurahan Roh Kudus yang terdapat di dalam Kis 1:8 yang berkata, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” 


MAKNA ATAU ARTI GEREJA
          Gereja (jemaat) berasal dari bahasa Yunani “Ekklesia” yang merupakan gabungan dari kata “Ek” dan “Kaleo” yang membentuk kata “Ekkaleo”. Ek artinya keluar, sedangkan Kaleo artinya dipanggil, sehingga “Ekkaleo” artinya adalah dipanggil keluar. Namun kata Ekklesia itu sendiri memiliki arti yang jauh lebih luas. Kamus Thayer menjelaskan artinya: “Kumpulan orang-orang yang dipanggil keluar dari rumah mereka untuk suatu pertemuan (sidang).”

Image result for assembly

          Berdasarkan pengertian di atas, maka kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa ekklesia bukanlah sebuah istilah yang mengandung makna rohani, melainkan sebuah istilah yang bersifat umum. Hal ini dibuktikan di dalam Kisah 19:32; 39 di mana orang-orang Efesus berkumpul bersama-sama (ekklesia) untuk melakukan persidangan (ekklesia) atas orang-orang Kristen yang dituduh telah menghujat dewi Artemis. Jadi saya kira tidak salah apabila kita mengatakan bahwa rapat RT adalah sebuah ekklesia karena pada dasarnya mereka adalah orang-orang yang dipanggil ke luar dari rumah untuk melakukan suatu pertemuan.

Ekklesia di dalam Perjanjian Lama

Ekklesia sendiri sudah ada sejak Perjanjian Lama. Hal ini dibuktikan melalui pembelaan diri Stefanus sebelum ia mati dirajam. Stefanus menjelaskan bahwa orang-orang Israel yang keluar dari tanah Mesir adalah jemaat Tuhan. Demikian Stefanus berkata, “Musa inilah yang menjadi pengantara dalam sidang jemaah (Ekklesia) di padang gurun di antara malaikat yang berfirman kepadanya di gunung Sinai dan nenek moyang kita…” (Kisah 7:38). Adapun alasan mengapa orang Israel disebut sebagai ekklesia yaitu karena bangsa Israel adalah perlambang dari gereja Tuhan dengan penjelasan sebagai berikut:
Related image
Pertama, mereka adalah orang-orang yang dipanggil keluar dari Mesir. Alkitab secara implisit mengajarkan bahwa perbudakan di Mesir adalah perlambang dosa, sedangkan tanah perjanjian (Kanaan) adalah perlambang dari kehidupan. Jadi orang-orang Israel yang keluar dari tanah Mesir menuju ke tanah perjanjian adalah perlambang dari orang-orang Kristen yang dipanggil keluar dari perbudakan atas dosa menuju kepada kehidupan.
Tuhan Yesus sendiri melakukan perjalanan ini secara harfiah ketika Yusuf membawa-Nya keluar dari tanah Mesir takkala ia mendengar bahwa raja Herodes telah wafat. Demikian Alkitab berkata, “Dari Mesir kupanggil anak-Ku.” (Mat 2:15).

Demikian pula Alkitab menjelaskan bahwa:
 “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut.  Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.” (1 Kor 10:1-4)

Di sini Rasul Paulus menjelaskan bahwa ketika bangsa Israel menyeberangi laut Teberau, hal itu adalah perlambang dari baptisan Kristen. Kejadian ini begitu berkesan bagi orang Israel sehingga mereka menyanyikan sebuah lagu pujian yang intinya mengucap syukur kepada Allah yang telah membawa mereka menyeberang (Ibrani: Abar) laut Teberau (Kel 15:16).
Kedua, pertemuan sidang para tua-tua Israel yang dilakukan di depan pintu gerbang guna menghakimi suatu perkara berdasarkan hukum Taurat (Kel 21:19, 22:15, 25:7, Yos 20:4) adalah gambaran dari pertemuan-pertemuan Kristen, sekaligus merupakan gambaran dari gereja yang bersama-sama dengan Kristus akan menghakimi dunia dan para malaikat (1 Kor 6:1-3).

Apa bedanya sebuah rapat RT dengan jemaat Tuhan?
          Matius 18:20 berkata, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Mungkin satu-satunya perbedaan yang dapat disebutkan antara ekklesia Tuhan (jemaat) dengan ekklesia-ekklesia lainnya (rapat RT) adalah kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah mereka yang menunjukkan bahwa pertemuan itu adalah pertemuan milik Tuhan sendiri.

Berdasarkan ayat ini, maka kita dapat menyatakan bahwa:
1.  Gereja bukanlah sebuah gedung, organisasi, tempat ibadah, maupun kebaktian.
2. Gereja adalah persekutuan antara dua atau tiga orang yang berkumpul di dalam nama Yesus, di mana Dia hadir. Hal ini dapat terjadi di mana saja: mall, restoran, rumah, dsb.
3. Unit gereja paling kecil adalah keluarga, yaitu persekutuan antara suami, istri dan anak.

          Persyaratan seorang penatua dan diaken yang tertulis di dalam surat Timotius adalah buktinya. Salah satu butirnya berkata, “Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimana ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (1 Tim 3:5). Jelas sekali di sini dikatakan bahwa ukuran keberhasilan seorang penatua (dan diaken) yang pertama-tama adalah keluarga. Jika ia tidak dapat mengurus rumah tangganya sendiri, maka di mata Tuhan, keberhasilannya di luar rumah bagaikan fatamorgana yang tidak ada artinya sama sekali. Kita dengan mudah dapat berpura-pura menjadi orang lain di hadapan jemaat, tetapi kita tidak dapat menyembunyikan diri kita yang sesungguhnya di hadapan keluarga.


GAMBARAN ALKITAB TENTANG GEREJA
Demikian rasul Paulus mengajarkan tentang gereja di dalam surat Efesus:
Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.” (Efesus 2:19-22).

Berdasarkan ayat-ayat di atas, kita mendapatkan sedikit gambaran mengenai gereja yang Allah inginkan: Pertama, gereja bukanlah orang asing atau pendatang. Apa maksudnya? Pernyataan ini mengacu kepada status di dalam Perjanjian Lama di mana orang-orang bukan Yahudi dianggap sebagai orang-orang yang tidak bersunat, yaitu orang-orang yang tidak termasuk ke dalam perjanjian dan hidup tanpa pengharapan dan Allah di dunia (Ef 2:11-12). Mereka ini adalah orang-orang non-Yahudi yang datang ke Yerusalem dengan berbagai tujuan, misalnya berdagang atau sekedar singgah.
Jadi maksud dari pernyataan rasul Paulus bahwa gereja bukan lagi orang asing atau pendatang adalah suatu pengakuan bahwa mereka semua adalah orang-orang yang terhisap ke dalam suatu perjanjian (Perjanjian Baru), yaitu mereka yang memiliki pengharapan di dalam Allah. Artinya, mereka bukan hanya datang untuk sementara waktu – sebagaimana para pendatang dan orang asing – melainkan hidup sebagai umat Tuhan, yaitu anak-anak Abraham secara rohani (Gal 3:7).

Related image
    Kedua, gereja adalah kawan sewarga (Sumpolites = Citizenship) dari orang-orang Kudus. Artinya, satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Sudah bukan rahasia lagi bahwa apabila dua orang sebangsa dan setanah air bertemu di luar negeri, sangat mudah terjalin hubungan yang erat di antara mereka. Penyebabnya karena adanya “pertalian” batin yang mengikat mereka, yaitu perasaan senasib dan sepenanggungan yang harus mereka hadapi sementara mereka hidup di negeri asing. Pengertian yang sama berlaku pula bagi gereja. Alkitab mengatakan bahwa orang-orang percaya adalah warga negara sorga (Filipi 3:20). Namun secara lahiriah mereka masih tinggal di dalam dunia, yaitu sebagai utusan-utusan Kristus. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sesama orang percaya memiliki hubungan yang erat karena pertalian batin dan perasaan senasib dan sepenanggungan selama mereka hidup di dunia. Maksudnya, mereka tidak tercerai berai karena adanya perbedaan suku, kebiasaan dan adat istiadat yang memisahkan mereka ketika mereka hidup di negeri sendiri.

Ketiga, gereja adalah anggota-anggota keluarga Allah. Keluarga adalah satu-satunya lembaga manusia yang tidak dapat kita pilih. Kita menjadi anggotanya oleh karena proses kelahiran. Demikian pula kita menjadi anggota keluarga Allah karena proses kelahiran baru yang dikerjakan Roh Kudus yang diutus Tuhan Yesus. Oleh karena itu, ukuran keberhasilan sebuah gereja yang sejati bukanlah soal jumlah atau gedung gereja yang besar, melainkan: Apakah kita sudah merasa seperti suatu keluarga? Fokus utama sebuah keluarga yang berbahagia adalah masalah hubungan, keakraban, tenggang-rasa, ketergantungan, keharmonisan, kebersamaan, dsb. Jadi fokus utama sebuah gereja seharusnya adalah soal menjalin hubungan antar anggota jemaat, bukan soal ibadah (kebaktian), acara, ataupun program, karena hal-hal tersebut adalah cara bagi kita untuk menjalin hubungan, bukan esensi dari hubungan itu sendiri.

       Keempat, gereja adalah bangunan Allah, yaitu tempat kediaman Allah secara rohani. Jelas bahwa hal ini pada mulanya berbicara tentang bait Allah yang didirikan Salomo, tetapi selanjutnya Tuhan Yesus berkata, “rombak bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Siapa yang dimaksudkan-Nya? Tentu saja kita, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya (1 Kor 3:16). Perjanjian Baru mengajarkan bahwa bait Allah yang sesungguhnya adalah kita semua, yaitu batu bata – batu bata rohani yang saling terhubung demi terbangunnya rumah Allah yang sejati, yakni bait Allah secara rohani, bukan lahiriah (1 Pet 2:5).
Secara tegas Tuhan Yesus menyatakan bahwa bait Allah yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 2:19-21, 1 Kor 3:16-17), yang didirikan bukan melalui tangan manusia, melainkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Di dalam PL hanya ada satu bangunan yang disebut bait Allah (bayith = rumah atau tempat kediaman), yaitu Kemah Suci Musa yang kemudian pada jaman raja-raja dipindahkan secara permanen menjadi Bait Allah Salomo, yang di kemudian hari diperbaiki oleh Zerubabel setelah penghancuran bangsa Babel, dan yang terakhir dipugar dan dibangun kembali secara megah pada jaman raja Herodes. Sinagog-sinagog yang didirikan bangsa Israel tidak pernah disebut sebagai bait Allah, melainkan rumah ibadat. Demikian pula di dalam PB hanya ada satu bait Allah, yaitu jemaat atau tubuh Kristus, sedangkan gedung-gedung gereja yang didirikan adalah rumah ibadat, bukan bait Allah.


Kelima, gereja adalah tubuh Kristus (lihat gambar sebagai ilustrasi). Perjanjian Baru mengajarkan bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya adalah anggota-anggota tubuh Kristus (1 Kor 12:12-26, Roma 12:4-8) yang terikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya (Ef 4:16), sehingga apabila satu anggota menderita, maka semua anggota turut menderita (1 Kor 12:26). Demikian pula seharusnya kondisi di dalam gereja di mana tidak ada anggota gereja yang lebih utama dibandingkan anggota lainnya. Kedudukan para pendeta seyogyanya tidak lebih penting daripada kedudukan anggota jemaat, sebab pada dasarnya tidak ada lagi pembagian kasta antara imam dan orang awam di dalam Perjanjian Baru. Apabila ada salah satu anggota tubuh Kristus yang jatuh, maka seharusnya hal itu merupakan kejatuhan kita semua. Sebab tidak mungkin tangan berkata kepada kaki “kamu bukan bagian saya”, karena semua anggota tubuh saling terhubung menjadi satu tubuh Kristus dimana Tuhan Yesus sendiri yang menjadi kepalanya.

Pondok Daud sebagai lambang pemulihan

Amos 9:11-12 berkata, “Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya kembali seperti di zaman dahulu kala, supaya mereka menguasai sisa-sisa bangsa Edom dan segala bangsa yang Kusebut milik-Ku," demikianlah firman TUHAN yang melakukan hal ini.”
Judul perikop dari ayat-ayat di atas ialah “Janji mengenai keselamatan” yang isinya adalah nubuatan tentang kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Pertanyaannya adalah mengapa Allah memilih pondok Daud sebagai lambang pemulihan ketimbang Kemah Suci Musa atau Bait Allah Salomo? Jelas sekali bahwa keduanya memiliki nilai prestise yang jauh lebih besar ketimbang kemah (pondok) sederhana milik Daud. Yang pertama didirikan Musa sesuai dengan petunjuk yang Allah berikan di atas gunung Sinai – sehingga dapat dikatakan sebagai lambang kekeramatan/kekudusan. Sedangkan yang kedua dibangun raja Salomo dengan mempergunakan bahan-bahan yang tidak terkira nilainya (emas, kayu aras dan batu permata) – sehingga dapat dikatakan sebagai lambang kebesaran dan keagungan. Lalu kenapa Allah memilih pondok Daud yang sederhana?


Related image

Pertama, pondok Daud senantiasa diiringi nyanyian syukur dan puji-pujian selama 24 jam setiap hari. Berdasarkan kenyataan ini, orang-orang Kharismatik menafsirkan bahwa pondok Daud berbicara tentang pujian dan penyembahan. Tetapi penafsiran seperti ini adalah penafsiran yang sembarangan, sebab ketika Tuhan Yesus menggenapi nubuatan nabi Amos (mengenai janji keselamatan), Allah sama sekali tidak memulihkan pujian-penyembahan, melainkan memulihkan penyembah-penyembah yang benar (orangnya, bukan penyembahannya – Yoh 4:23-24).
Kedua, pondok Daud tidak memilik serangkaian aturan yang “njelimet” sebagaimana Kemah Suci atau Bait Allah. Jelas sekali bahwa tata ibadah yang dilakukan di kemah suci dan bait Allah diatur sedemikian rupa berdasarkan kitab Taurat sehingga pelaksanaannya tidak boleh keluar dari ketetapan yang sudah diberikan. Tetapi pondok Daud memiliki aturan tersendiri yang dibuat oleh raja Daud. Anehnya, Allah tidak menganggap hal itu sebagai sebuah pelanggaran, melainkan memilih pondok Daud sebagai lambang pemulihan.
Ketiga, sekaligus alasan utama dan terpenting: Pondok Daud tidak memiliki tirai pemisah antara ruang kudus dengan ruang maha kudus, sehingga setiap saat semua orang dapat datang ke hadirat Tuhan tanpa tembok pemisah diantara mereka.
Yesus sendiri benar-benar menggenapi keistimewaan pondok Daud takkala Ia mati di atas kayu salib. Alkitab berkata bahwa tabir bait Allah, yaitu tembok pemisah yang didirikan oleh manusia (secara rohani maknanya adalah dosa), sudah dirubuhkan oleh Allah, sekali untuk selama-lamanya. Tetapi peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia (gereja), seakan-akan mengembalikan kebebasan orang Kristen kepada perhambaan atas hukum Taurat. Sama halnya seperti bait Allah Salomo yang menggantikan kesederhanaan pondok Daud, demikian pula aturan-aturan gereja “menghalangi” orang-orang berdosa datang kepada kesederhanaan Yesus, padahal Tuhan Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Selanjutnya uraian lebih lengkap mengenai pemulihan pondok daud dapat saudara baca di artikel yang berjudul "PRIORITAS").
Seorang rekan hamba Tuhan mengatakan, “lebih mudah masuk Sorga dari pada masuk gereja.” Betapa benarnya pernyataan ini. Ironis sekali bahwa gereja yang mengajarkan tentang kasih, justru menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang dari kalangan ekonomi lemah. Pernahkah saudara mendengar keluhan dari orang-orang miskin yang diajak ke gereja? Dengan rendah diri mereka berkata: “Saya tidak punya baju…”  Hai orang-orang Kristen dengarkanlah suara keluhan mereka, sebab suara mereka sampai ke hadirat Tuhan!


SIAPA YANG MEMBANGUN GEREJA?
Yesus berkata: “…Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” Artinya tidak ada tokoh lain yang dapat mendirikan gereja-Nya selain daripada Tuhan Yesus sendiri. Di tempat lain rasul Paulus menegaskan bahwa kita semua adalah kawan sekerja Allah, yaitu pelayan-pelayan-Nya untuk mendirikan bangunan Allah, yaitu jemaat-Nya (1 Kor 3:5-9).
            Saya kira tidak ada seorangpun yang akan menyangkal kebenaran di atas. Namun sayang, persetujuan kita hanya sebatas teori saja. Faktanya, kita akan menemukan tiga macam praktek kekristenan yang bertentangan dengan kebenaran di atas.

Praktek # 1  Yesus yang akan mendirikan gereja kami

          Sesaat sebelum Tuhan Yesus naik ke Sorga, Ia memberikan sebuah mandat khusus kepada murid-murid-Nya, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah 1:8).  Sementara di tempat lain Tuhan Yesus menegaskan bahwa tanda-tanda heran, karunia-karunia dan mujizat-mujizat akan menyertai pemberitaan injil orang-orang yang percaya kepada-Nya (Markus 16:15-18).
          Dari kedua ayat di atas, kita dapat melihat bahwa kuasa Roh Kudus diberikan kepada orang-orang percaya dengan tujuan agar kesaksian penginjilan mereka diteguhkan melalui kuasa yang Allah nyatakan. Tetapi faktanya, kuasa Roh Kudus seperti tanda-tanda heran, karunia-karunia Roh dan mujizat-mujizat dipergunakan sebagai sarana untuk menarik perhatian orang Kristen, bukan orang-orang non-Kristen. Celakanya mereka membungkus motivasi yang salah ini dengan kemasan yang disebut pelayanan. Pernahkah saudara membaca di dalam Kitab Suci yang berkata: “Hadirilah KKR kesembuhan Ilahi by: Jesus Christ”? Kenyataannya, Yesus hampir-hampir tidak pernah mengiklankan pelayanan-Nya. Kemanapun Ia pergi, Ia selalu berusaha untuk menutupi berita kedatangan-Nya. Tetapi apa yang dilakukan gereja pada hari ini? Mereka mendemonstrasikan kuasa Allah demi kerajaannya sendiri (atau ketenaran pribadi), yaitu mengatas-namakan pelayanan sebagai sarana untuk menarik perhatian orang-orang Kristen, bukan sebagai sarana untuk memberitakan Injil kepada orang-orang non-Kristen. Pada dasarnya, kita sedang “mempergunakan” kuasa yang Tuhan Yesus berikan sebagai sarana untuk membangun gereja kita sendiri.

Praktek # 2  Kami yang akan mendirikan gereja-Nya

          Sudah bukan rahasia lagi bahwa sebagian besar gereja pada hari ini berlomba-lomba untuk memberikan kenyamanan bagi para "pengunjungnya". Sadar atau tidak sadar mereka sedang berkompetisi untuk mengemas ibadah, kebaktian, program, dan acara-acara mereka sedemikian rupa sehingga menarik perhatian banyak orang. Tidak jarang kita mendengar artis-artis Kristen diundang untuk menampilkan sedikit “show/pagelaran” kepada para “pengunjung”. Tujuannya tidak lain supaya banyak orang Kristen mau hadir di kebaktian tersebut dan terselip harapan bahwa mereka akan pindah gereja, khususnya bagi mereka yang jarang ke gereja.
Pernahkah saudara menghadiri suatu gereja yang mengubah suasana kebaktian mereka bagaikan sebuah pertunjukkan konser musik? Suasana remang-remang cenderung gelap dengan berbagai macam lampu diskotik di sana-sini. Suara musik yang keras seolah-olah mengundang para pengunjung untuk bernyanyi dan bersuka cita di hadapan Tuhan. Kursi yang empuk dan nyaman ditambah dengan pendingin ruangan yang sejuk. Proyektor modern dengan layar lebar yang disertai dengan beberapa buah televisi yang mendukung visualisasi yang mengundang decak kagum. Para penerima tamu yang dengan ramah akan mengantarkan kita mendapatkan tempat duduk, khususnya bagi kalangan elite tertentu. Oh, betapa nikmatnya bisa mengikuti kebaktian seperti itu…? Mereka menyebutnya sebagai profesionalisme di dalam penata-layanan.
Pertanyaannya, apakah ini model gereja yang Tuhan harapkan di dalam Firman-Nya? Kalau begitu, apa bedanya antara kebaktian dengan konser musik? Bedanya, kalau nonton konser musik, bayar dulu baru nonton pertunjukkan, sedangkan kebaktian, nonton pertunjukkan dulu baru…
Kita seakan-akan lupa bahwa yang terpenting dari kekristenan bukanlah soal ibadah atau kebaktian, melainkan soal hubungan, yaitu dengan Allah dan sesama. Bagaimana bisa tercipta suatu hubungan yang mendalam di antara jemaat, jikalau kebaktian gereja di-set (diatur) sedemikian rupa? Pada dasarnya, kita sedang berupaya untuk membangun gereja-Nya dengan metode-metode dunia alias memenuhi keinginan daging manusia, yaitu KENYAMANAN.

Praktek # 3  Kami yang akan mendirikan gereja kami
            Praktek yang ketiga ini merupakan gabungan dari praktek yang pertama dan kedua, yaitu mempergunakan cara-cara dunia (praktek kedua) untuk membangun kerajaan sendiri (praktek pertama). Selintas lalu praktek yang ketiga ini seolah-olah lebih buruk daripada kedua praktek yang sebelumnya, namun di hadapan Allah kesalahan ketiga praktek ini sama besarnya.
Laporan dari Bimas Kristen adalah bukti nyata yang tidak dapat dibantah bahwa gereja sedang melakukan kesalahan praktek yang ketiga ini. Hampir setiap hari mereka (bimas Kristen) menerima permohonan ijin untuk pembukaan gereja baru, namun statistik pertumbuhan jumlah orang Kristen (selain karena kelahiran) menunjukkan angka dibawah 1%.
Dari laporan ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dikerjakan gereja pada hari-hari ini adalah membangun kerajaannya sendiri-sendiri, yaitu membuka kebaktian-kebaktian yang baru, bukannya mendirikan jemaat-jemaat yang baru. Maksudnya, pendirian jemaat seharusnya dimulai dari pekabaran Injil yang kemudian menghasilkan petobat-petobat baru. Orang-orang inilah yang sebetulnya merupakan cikal bakal dari sebuah jemaat yang baru. Tetapi nyatanya sedikit sekali jumlah jemaat yang dimulai dengan metode seperti ini. Apakah kita tidak sadar (atau pura-pura tidak sadar) bahwa membuka kebaktian-kebaktian yang baru (yang megah seperti yang disebutkan pada praktek #2) tanpa disertai penginjilan adalah sebuah upaya memindahkan jemaat dari gereja lain?

POLA PERTEMUAN GEREJA
Sesungguhnya Alkitab sudah mengajarkan kepada kita bagaimana pola pertemuan jemaat yang dikehendaki Allah. Surat 1 Korintus 14:26 menjelaskan, “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.” 
Jadi setting kebaktian Kristen seharusnya adalah: SETIAP ORANG MEMPERSEMBAHKAN SESUATU, sesuai dengan karunia yang mereka miliki, dengan tujuan MEMBANGUN TUBUH KRISTUS, yaitu semua anggota jemaat yang hadir (informasi lebih lengkap mengenai pola pertemuan gereja dapat saudara baca di dalam artikel "Makna Ibadah Yang Benar").
Pertanyaannya adalah apakah mungkin dengan pola pertemuan (kebaktian) gereja yang ada sekarang dapat memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk mempersembahkan sesuatu? Semakin besar anggota jemaat suatu gereja, maka semakin kecil persentasi orang-orang yang melayani di sana. Jikalau demikian adanya, saya yakin bahwa tubuh Kristus tidak akan dapat dibangun sebagaimana-mestinya. Sebab Ef 4:16 berkata, “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”

Cara Hidup Jemaat Pertama

        Berdasarkan Kisah 2:41-47 dan Kisah 4:32-37, kita mendapatkan sedikit gambaran yang ideal mengenai gaya hidup jemaat mula-mula yang dirintis para rasul:
          Pertama, mereka bertekun di dalam pengajaran rasul-rasul dan persekutuan (ay 41). Ayat ke-46 menegaskan kepada kita seberapa besar ketekunan yang mereka tunjukkan, yaitu tiap-tiap hari. Saya percaya bahwa kita tidak perlu sampai harus berkumpul setiap hari sebagaimana jemaat mula-mula. Pada waktu itu Alkitab belum ada sehingga mereka membutuhkan pengajaran dari para rasul dalam jumlah yang banyak. Tetapi sekarang kita sudah memiliki Alkitab. Yang perlu kita lakukan adalah membaca, merenungkan dan melakukannya setiap hari sambil memberikan waktu satu atau dua hari dalam seminggu untuk berkumpul dengan sesama keluarga Allah demi mempersembahkan sesuatu kepada tubuh Kristus.

Related image            Kedua, mereka makan dan doa bersama-sama secara bergiliran (ay 42, 46). Sungguh sangat disayangkan bahwa keluarga-keluarga Kristen (khususnya gereja) sudah kehilangan alat pemersatu yang paling utama ini: makan & doa bersama. Kita sudah mengubah makna paskah yang seharusnya memperingati keluputan atas kematian melalui acara makan bersama (seperti Yesus dengan murid-murid-Nya) dengan upacara simbolis berupa perjamuan kudus yang hanya menekankan peringatan akan kematian Kristus. Padahal Alkitab sama sekali tidak pernah berbicara mengenai perjamuan kudus sebagai upacara agama (sakramen) saja, melainkan perjamuan malam, yaitu acara makan malam bersama (1 Kor 11:17-22). 

Ketiga, mereka hidup di dalam pujian, mujizat dan tanda-tanda ajaib yang dilakukan para rasul (ay 43, 47). Hasilnya adalah takut akan Tuhan. Kita semua tahu apa yang terjadi dengan Ananias dan Safira, hasilnya-pun tidak jauh berbeda, “maka ketakutanlah semua orang yang mendengar hal itu.” (Kis 5:5, 11). Orang-orang non-Kristen merasa jerih dan takjub dengan kuasa Allah yang didemonstrasikan dan sangat menghormati jemaat Tuhan. Mereka membawa orang-orang sakit dan kerasukan setan untuk disembuhkan para rasul (Kis 5:12-16).

Image result for membagi hartaKeempat, mereka membagikan harta mereka sesuai dengan kebutuhan (ay 45). Jemaat pertama tidak pernah ragu-ragu di dalam memberikan harta mereka bagi orang-orang yang kekurangan, kecuali tentunya kasus Ananias dan Safira. Mereka bukan sekedar memberi persembahan, tetapi mereka menjual harta milik mereka. Sungguh sangat mengagumkan (atau mengherankan) ketika kita membaca keterangan Alkitab yang menyatakan bahwa segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama (Kis 2:44, 4:32). 

Kelima, mereka hidup dengan gembira, tulus hati, dan disukai semua orang (ay 46). Tidak salah lagi, kegembiraan dan ketulusan hati jemaat pertama merupakan penyebab utama mereka disukai semua orang, kecuali orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat dan imam-imam tentunya. Saya percaya bahwa alasan mengapa jemaat pertama sangat bersuka cita dan hidup di dalam ketulusan hati adalah karena mereka hidup di dalam kebersamaan yang kuat.

Keenam, mereka menyaksikan penambahan jumlah jiwa yang diselamatkan Allah (ay 47). Saya percaya bahwa kesatuan tubuh Kristus akan menghasilkan kekuatan super dahsyat yang akan menjadi magnet bagi orang-orang yang belum percaya. Selain itu, gaya hidup kekristenan yang sejati berlawanan dengan gaya hidup dunia, dan mereka melihat bagaimana orang-orang Kristen saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Kemudian ditambah dengan penginjilan dan pernyataan kuasa Allah, tidaklah mengherankan apabila Allah senantiasa menambahkan jumlah orang-orang yang diselamatkan.

Related imageKetujuh, mereka sehati dan sejiwa (ay 46, Kis 4:32). Tuhan Yesus pernah berkata, “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 18:19). Kesatuan bukanlah bicara soal kesamaan, melainkan sehati dan sejiwa di dalam keberagaman. Perbedaan doktrin atau pemahaman Alkitab adalah hal yang biasa, namun harus disadari bahwa perbedaan-perbedaan itu bukanlah sarana pemisah diantara tubuh Kristus. Walaupun beda bendera (baca: aliran atau denominasi), tetapi hati kita harus tetap sehati dan sejiwa. Jangan tunggu penganiayaan tiba baru kita mau bersehati untuk saling memperhatikan dan mendoakan. 

Terakhir, mereka melakukan ibadah saling (Ibr 10:24-25). Walaupun point yang terakhir ini tidak disebutkan di dalam Kisah 2:41-14 dan Kisah 4:32-37, tetapi saya yakin bahwa mereka malakukan ibadah saling seperti yang disebutkan di dalam surat Ibrani. Tidak salah lagi bahwa ayat ini adalah ayat favorit para pendeta yang suka mengancam jemaat agar mereka tidak bolos kebaktian. Tetapi sesungguhnya ayat ini tidak dapat dipergunakan sebagai pola kebaktian untuk gereja besar. Sebab, jangan kata mau saling memperhatikan, orang yang duduk di sebelah kanan-kiri saja tidak mereka kenal, apalagi mau saling memperhatikan? Demikian pula kita tidak mungkin saling menasehati ketika kebaktian berlangsung, sebab kita akan mengganggu jalannya ibadah. Sebenarnya, pertemuan-pertemuan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan – yang ditegaskan di dalam Ibr 10:25 – adalah ibadah saling, yaitu saling memperhatikan, saling mendorong dalam kasih, saling menasihati, saling…, saling…, saling…dst.


PENUTUP

            Suatu kali saya diminta berkhotbah di suatu gereja di Jakarta. Saya membagikan tentang perubahan-perubahan yang harus dilakukan gereja dan orang-orang Kristen. Setelah selesai menyampaikan Firman, wakil gembala sidang setempat memberikan komentar bahwa apa yang saya sampaikan semuanya benar, tetapi prakteknya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya merenungkan apa yang disampaikan beliau dan menjadi marah (di dalam hati) oleh karenanya. Mudah sekali para pendeta mengkhotbahkan tentang pertobatan kepada anggota jemaat, namun giliran gereja dan para pendeta yang harus bertobat, mereka mengelak dengan alasan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya kira jauh lebih mudah bagi gereja untuk meninggalkan praktek-praktek yang salah ketimbang pertobatan seorang pendosa. Persoalannya tinggal mau atau tidak mau kita meninggalkan kenyamanan. Kita tidak hidup di jaman Martin Luther yang harus menerima aniaya secara fisik apabila kita bertentangan dengan ajaran dan praktek gereja yang salah. Perjuangan kita jauh lebih ringan dibandingkan tokoh-tokoh reformasi yang harus mempertaruhkan nyawa mereka demi membela kebenaran. Sekarang bola berada di pihak kita. Kitalah yang harus memutuskan apakah kita akan mengoperkan bola ke belakang, atau membawanya ke depan gawang dan mencetak gol, yaitu tujuan utama mengapa kita bermain sepak bola. Semuanya kembali kepada masing-masing… Amin.

Catatan:
Supaya saudara memiliki pemahaman yang lebih lengkap dan komprehensif mengenai gereja, saya menganjurkan agar saudara membaca juga artikel tentang "MAKNA IBADAH" yang terdapat di dalam blog ini. Sebagian besar isi dan materi yang terdapat di dalam artikel "makna gereja" adalah bersifat teori, sedangkan sebagian besar isi dan materi yang terdapat di dalam artikel "makna ibadah" bersifat praktis. Itulah alasan mengapa saya menganjurkan agar saudara melanjutkan pembacaan saudara ke artikel makna ibadah, yaitu supaya saudara dapat menerapkan semua teori yang terdapat di dalam artikel ini di dalam praktek sehari-hari. Berikut ini adalah link yang berisikan artikel tentang makna ibadah yang benar: https://beritahidupbaru.blogspot.com/2020/04/makna-ibadah-yang-benar.html 

0 Response to "MAKNA DAN ARTI GEREJA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel