Kembali ke Alkitab yang sebenar-benarnya (Truly back to the Bible)

MAKNA IBADAH YANG BENAR



MAKNA IBADAH YANG BENAR

Quote 1 = "Kebaktian adalah Ibadah tetapi Ibadah bukan cuma kebaktian"

Quote 2 = "Makna Ibadah yang paling utama adalah MEMBERI bukan menerima"

Quote 3 = "Setting Ibadah yang diajarkan dalam Alkitab adalah setiap orang mempersembahkan sesuatu dengan tujuan membangun tubuh Kristus"

St. Olaf Cantorei and Congregation - "Abide With Me" (EVENTIDE ...


Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.

(Markus 7:6-8)



PENDAHULUAN

          Apakah yang pertama kali terlintas di dalam benak saudara ketika saudara mendengar kata “ibadah”? Apakah itu suatu kebaktian di gereja? Atau mungkin sekumpulan orang Kristen yang secara bersama-sama mengadakan suatu persekutuan? Apapun wujud dan bentuknya, satu hal yang pasti sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah: Ibadah bisa percuma!

       Wow…! Luar biasa…! Bayangkan, ibadah yang kita lakukan selama bertahun-tahun bisa dianggap percuma! Tentunya saudara memahami arti kata percuma bukan? Percuma itu mubazir. Percuma itu sia-sia. Percuma itu tidak diperhitungkan. Percuma itu tidak berarti apa-apa. Coba sekali lagi saudara bayangkan, rutinitas saudara selama bertahun-tahun hanya dianggap sampah yang tidak ada nilainya di hadapan Tuhan.

          Seandainya Tuhan Yesus hadir pada hari ini, apa kira-kira yang akan Dia sampaikan mengenai ibadah yang kita lakukan? Apakah Yesus akan memuji apa yang kita lakukan? Atau sebaliknya, Dia akan mengatakan hal yang sama kepada kita: “Percuma kamu beribadah…”

         Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mempelajari apa yang Alkitab ajarkan mengenai ibadah. Pertama-tama, kita harus mengetahui alasan kenapa ibadah bisa ditolak. Kedua, kita harus mengerti ibadah seperti apa yang diperhitungkan oleh Tuhan.  


HATI YANG JAUH DARI TUHAN
          Esensi dari sebuah ibadah adalah masalah hati. Tuhan Yesus mengutip perkataan nabi Yesaya: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku." Percuma orang berkata: “Tuhan… Tuhan…” kalau hatinya jauh, atau tidak tertuju kepada Tuhan. Dia sama seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Dari luar nampaknya seperti orang yang mengasihi Tuhan (buktinya rajin beribadah), tetapi hatinya tidak memiliki kepedulian terhadap Tuhan. Dengan perkataan lain, mereka adalah orang-orang yang munafik secara rohani. Menurut pendapat saudara, pantaskah orang-orang seperti ini ditolak ibadahnya? 

Lost Heart | I have seen this grafitti for some time, and de… | Flickr
        Mungkin yang harus menjadi perhatian bagi kita semua adalah pertanyaan apakah kita termasuk ke dalam kategori orang yang munafik secara rohani atau kita termasuk ke dalam golongan orang yang berkenan kepada Tuhan? Bagaimana cara mengukurnya? Saya akan memberikan beberapa contoh dari kebaktian yang biasa kita lakukan pada hari minggu (yang katanya buat Tuhan).
       Pertama adalah soal waktu. Sementara orang lain masih enak tidur atau asyik jalan-jalan di mall, kita menghabiskan waktu kita pada hari minggu pagi/siang untuk beribadah. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita melakukannya karena kerinduan untuk bertemu dengan Tuhan atau karena tradisi keluarga? Atau mungkin karena perintah dari orang tua/sekolah? Ada juga yang terpaksa menemani istri/suami? Bahkan bukan satu-dua kali saya melihat jemaat yang sengaja datang terlambat hanya untuk mendengar bagian khotbahnya saja. Apakah saudara pikir Tuhan akan berkenan dengan persembahan waktu seperti ini? Coba kita bandingkan dengan wakuncar (waktu kunjung pacar), kalau bisa kita datang sepagi mungkin dan pulang selarut mungkin. Dan bukan hanya itu saja, kita mempersembahkan seluruh perhatian kita hanya bagi sang pujaan hati, sebab hal itulah yang menunjukkan bahwa hati kita tertuju kepadanya. Masalahnya adalah apakah hati dan perhatian yang sama berlaku juga untuk Tuhan pada saat kita beribadah?

YJRJ - Kolekte merupakan pemberian tanda keiklasan,... | Facebook    Kedua adalah soal persembahan (uang). Apakah kita memberikannya dengan hati yang mengasihi Tuhan atau karena tradisi gereja? Suatu kali saya pernah mendengar seorang pendeta berkhotbah: “Buka dompet saudara dan lihat mana pecahan yang paling besar, itulah persembahan yang terbaik bagi Tuhan”. Mohon maaf saya tidak setuju dengan pendapat ini. Bayangkan apabila saudara datang ke ibadah dengan bensin yang minim dan uang sebesar Rp.105.000 di dompet. Kira-kira pecahan mana yang akan saudara berikan? Seratus ribuan dan saudara pulang dengan mendorong mobil, atau lima ribuan dan saudara pulang dengan perasaan bersalah karena tidak memberikan persembahan yang terbaik? Saya sendiri berpendapat bahwa persembahan yang terbaik adalah persembahan yang sudah kita tetapkan besarannya berdasarkan penghasilan yang kita peroleh setiap bulannya (bukan berdasarkan bagus jeleknya khotbah hari itu – kalau khotbahnya bagus persembahannya besar, tetapi kalau khotbahnya jelek persembahannya sedikit) dan marilah kita persiapkan uang persembahan tersebut dari rumah, bukan diberikan secara panik ketika kantong kolekte diedarkan. Menurut pendapat saya, itulah persembahan yang terbaik yaitu persembahan dengan hati yang mengasihi Tuhan.

Praise and Worship Ministries - Home | Facebook      Ketiga adalah soal pujian. Pada saat kebaktian kita bernyanyi: “Kau sungguh indah, Dia Yesus. Dia ajaib, Dia mulia, Dia agung… dst”. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kita sungguh-sungguh mengucapkannya sebagai suatu pujian yang tertuju kepada Yesus sebagaimana kita memberikan pujian bagi kekasih kita: “kamu cantik sekali hari ini”. Pacar kita saja bisa membedakan mana rayuan gombal dan mana pujian yang lahir dari ketulusan hati, apalagi Tuhan kita? Jangan sampai pujian yang kita nyanyikan bagi Tuhan hanya merupakan bagian dari liturgi saja. Jadikan sesi pujian sebagai suatu kesempatan untuk mengekspresikan cinta kasih kita kepada Tuhan, bukan hanya sekedar ucapan basi-basi yang tidak ada artinya.

Gospel Preaching" | Pastor Steve Gaines - YouTube          Keempat adalah soal khotbah. Apakah kita mendengarkan khotbah dengan perhatian penuh? Atau kita sibuk bermain HP? Atau mungkin ada juga yang pikirannya entah kemana, misalnya makan dimana selepas kebaktian? Atau bahkan sama sekali tidak berminat untuk mendengarkan khotbah, apalagi kalau khotbahnya membosankan. Harus diakui bahwa khotbah itu bukan firman Tuhan, melainkan uraian atau penjelasan tentang firman Tuhan, namun harus diakui pula bahwa  Tuhan seringkali memakai khotbah untuk berbicara kepada kita. Bayangkan bagaimana perasaan kita seandainya kekasih kita tidak mau mendengarkan apa yang kita perkatakan? Mungkin kita akan meragukan cintanya kepada kita. Prinsip yang sama berlaku juga untuk hubungan kita dengan Tuhan. Seberapa besar cinta kita kepada Tuhan dibuktikan melalui seberapa besar kerinduan kita untuk mendengarkan perkataan-Nya (yang disampaikan melalui khotbah, bukan khotbahnya itu sendiri).

      Bisa jadi beberapa orang dari antara saudara sudah mulai mendapatkan gambaran kenapa ibadah kita bisa percuma. Namun apa yang saya sampaikan di atas belumlah seberapa dibandingkan dengan makna ibadah secara keseluruhan yang tertulis di dalam Alkitab. Oleh sebab itu, marilah kita mempelajari alasan utama kenapa Tuhan Yesus menolak ibadah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.  


MENGUTAMAKAN PERINTAH MANUSIA (Adat Istiadat atau Tradisi)
          Mengapa Tuhan Yesus tiba-tiba mengutip nubuatan nabi Yesaya dan menujukannnya kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat? Mari kita melihat kepada konteksnya secara keseluruhan (ayat 1-13). Serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat mendatangi Tuhan Yesus sebab mereka menyaksikan bahwa murid-murid-Nya makan dengan tangan yang tidak dibasuh, sementara adat istiadat (tradisi) nenek moyang mereka adalah melarang orang makan sebelum mencuci tangan, dan kalau pulang dari pasar mereka tidak akan makan apa-apa sebelum mereka membaptis (LAI = membersihkan) dirinya sendiri. Tradisi baptisan ini juga melingkupi baptisan (LAI = mencuci) cawan, kendi, dan perkakas-perkakas tembaga (ayat 1-4).


Bamboo Furniture Gold Basin Wash - Free photo on Pixabay       Tentu saja tradisi mencuci tangan sebelum makan adalah hal yang sangat baik. Saya yakin Tuhan Yesus tidak akan mempermasalahkan hal tersebut. Persoalannya timbul ketika tradisi ini kemudian dijadikan landasan atau alasan untuk menghakimi orang lain. Selama suatu tradisi tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, khususnya yang baik seperti halnya mencuci tangan, maka tidak ada yang salah dengan memegang teguh tradisi nenek moyang. Tetapi menjadi lain ceritanya apabila tradisi tersebut dipergunakan untuk mempertanyakan kerohanian seseorang, apalagi sampai menghakimi bahwa mereka sudah melakukan hal yang najis (ayat 5).
        Jawaban Tuhan Yesus kepada orang Farisi dan ahli Taurat - dengan mengutip nubuat nabi Yesaya - adalah sebuah pelajaran maha penting bagi kita bahwa hidup di dalam tradisi nenek moyang (baca: tradisi gereja) apabila tidak disertai dengan pengertian yang benar adalah perkara yang sangat berat. Harganya adalah IBADAH YANG PERCUMA, sebab pada dasarnya mereka lebih mengutamakan perintah manusia ketimbang perintah Allah (ayat 6-8).
RENUNGAN : MENJAGA HORMAT KEPADA ORANG TUA         Tidak berhenti sampai disana, selanjutnya Tuhan Yesus memberikan sebuah contoh lain dari tradisi orang Yahudi yang membuktikan kebenaran nubuat nabi Yesaya. Tradisi yang dimaksud adalah perihal menghormati orang tua, yaitu memelihara kehidupan mereka. Tradisi orang Farisi dan ahli Taurat mengajarkan apabila uang untuk memelihara orang tua sudah diberikan kepada Allah sebagai korban persembahan, maka mereka terbebas dari tanggung jawab memelihara orang tua mereka. Dalam pemikiran orang Yahudi pada saat itu, posisi Allah lebih utama daripada orang tua, sehingga tanggung jawab kepada Allah (memberi persembahan) dianggap lebih penting ketimbang memelihara kehidupan orang tua. Tetapi di dalam pandangan Tuhan Yesus, apa yang mereka ajarkan adalah suatu bentuk pengabaian terhadap firman Tuhan, bahkan lebih spesifik lagi, firman Tuhan dinyatakan tidak berlaku demi memelihara adat istiadat atau tradisi nenek moyang mereka (ayat 9-13).
         Berapa banyak orang Kristen yang tidak sadar bahwa mereka memiliki pengajaran, atau setidak-tidaknya secara praktek, yang kurang lebih sama dengan tradisi orang Farisi dan ahli Taurat? Mereka bersedia memberikan persembahan yang bernilai puluhan bahkan ratusan juta rupiah untuk pembangunan gedung gereja (yang disebut sebagai persembahan untuk Tuhan), sementara sulit sekali bagi mereka untuk menolong anggota keluarganya yang hidup dalam kemiskinan. Bukankah kita tidak lebih baik daripada orang Farisi dan ahli Taurat?

Our Services — St Thomas, Southborough        Contoh lainnya di dalam kekristenan adalah masalah ibadah hari minggu. Berapa banyak orang Kristen yang sadar bahwa ibadah hari minggu bukanlah perintah yang secara langsung tertulis di dalam Alkitab? Apakah saudara pernah menemukan adanya PERINTAH untuk merayakan hari kebangkitan Tuhan Yesus, atau yang biasa disebut hari Tuhan (hari minggu), sebagai hari pertemuan ibadah orang Kristen? Alkitab memang menuliskan beberapa contoh orang Kristen berkumpul pada hari minggu, tetapi yang namanya contoh tidak dapat disejajarkan dengan perintah, apalagi Alkitab juga mencatat pertemuan-pertemuan yang dilakukan pada hari selain hari minggu, bahkan pernah dikatakan tiap-tiap hari. Kemudian yang menjadi pertanyaan lanjutannya adalah: Apakah salah bagi kita beribadah pada hari minggu? Tentu saja TIDAK, sebab makna sabat adalah hari perhentian (dari pekerjaan), dan hari libur ini sudah diterima secara umum di seluruh dunia. Tidak ada yang salah dengan tradisi beribadah pada hari minggu, sebab kita melakukannya untuk Tuhan (Roma 14:6), tetapi ketika kita mulai menilai atau menghakimi orang lain yang tidak beribadah pada hari minggu, atau ketika kita sudah mengkultuskan hari minggu, yaitu bersikap seolah-seolah ibadah di hari minggu lebih kudus, lebih khusuk, lebih khidmat, lebih sakral, atau lebih keramat daripada beribadah di hari-hari lainnya, maka pada dasarnya kita sama seperti orang Farisi yang berkata kepada Yesus: “Mengapa murid-murid-Mu makan dengan tangan najis?” Mungkin pertanyaan orang Kristen bunyinya seperti ini: “Mengapa murid-muridmu pergi ke gereja bukan hari minggu?” dan saya yakin jawaban Tuhan Yesus kepada kita sama persis: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu… percuma mereka beribadah kepadaku sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”

EDITORIAL: Let's say Merry Christmas loud and proud to everyone ...          Prinsip yang sama berlaku juga untuk perayaan natal. Berapa banyak orang Kristen yang menilai dan menghakimi di dalam hatinya bahwa merayakan natal lebih penting daripada merayakan kematian, kebangkitan, kenaikan dan pentakosta dimana secara berturut-turut Tuhan Yesus menggenapi hari raya Paskah, Buah Sulung, Pendamaian dan Tujuh Minggu di dalam Perjanjian Lama? Apapun alasannya - biasanya karena alasan penginjilan - ketika kita lebih mengutamakan tradisi ketimbang perintah Allah, maka pada dasarnya kita sedang mengabaikan perintah Allah demi berpegang pada adat istiadat manusia. Tidak aneh apabila suatu hari Yesus akan berkata: “PERCUMA mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”
         Setelah kita memahami bahwa kita tidak lebih baik daripada orang Farisi dan ahli Taurat dalam hal mendahulukan perintah Allah ketimbang tradisi manusia, maka selanjutnya kita harus mempelajari apa yang Alkitab ajarkan mengenai ibadah yang benar. Tujuannya adalah supaya kita tidak melakukan kesalahan yang sama terus menerus sepanjang hidup kita. Jadi, mari kita memperhatikan apa yang Alkitab ajarkan mengenai Ibadah?  


IBADAH YANG SEJATI
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.(Roma 12:1)

          Hal pertama yang Alkitab ajarkan perihal ibadah adalah mengenai ibadah yang sejati, dimana kita diminta untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Saya menantang saudara untuk mencari di seluruh Perjanjian Baru adakah ayat lain yang berbicara tentang ibadah yang sejati selain ayat ini? Kalau tidak ada, marilah kita melakukan ayat ini secara seksama supaya ibadah kita ditanggung kesejatiannya.

The Altar Of Burnt Offering Stock Photos & The Altar Of Burnt ...       Apa maksudnya mempersembahkan tubuh sebagai persembahan (KJV = Sacrifice) kepada Allah? Perjanjian Lama mengajarkan bahwa yang namanya ibadah adalah mempersembahkan korban kepada Tuhan. Alkitab menceritakan bagaimana Kain dan Habel mempersembahkan korban persembahan kepada Tuhan (Kej 4:3-4). Demikian juga dengan Abraham. Kemanapun Abraham pergi meninggalkan suatu tempat, maka hal pertama yang ia lakukan sesampainya di tempat yang baru adalah mendirikan mezbah korban bakaran. Di dalam kitab Taurat, setiap hari imam-imam harus mempersembahkan korban pagi dan korban petang sebagai wujud ibadah orang Israel di hadapan Tuhan (Kel 29:38-46, 2 Raj 16:15, 1 Taw 16:39-40, 2 Taw 2:4, 2 Taw 13:10-11). Namun di dalam Perjanjian Baru, kita tidak perlu lagi mempersembahkan korban-korban bakaran seperti demikian sebab Yesus telah mati sebagai korban yang sempurna bagi kita, sekali dan untuk selama-lamanya (Ibrani 10:10). Sebagai gantinya, kita diminta untuk mempersembahkan setiap bagian anggota tubuh kita – mata, mulut, kaki, tangan, dsb – sebagai persembahan bagi Allah. Yang hidup, artinya kita tidak perlu mati sebagai korban bakaran bagi Allah. Yang kudus, artinya kita harus menjaga setiap anggota tubuh kita untuk hidup di dalam kebenaran, yaitu tidak mempergunakannya sebagai sarana untuk melakukan dosa (Roma 6:12-14, 18-19). Dan yang berkenan kepada Allah, artinya mempersembahkan seluruh anggota tubuh kita untuk melakukan apa yang Allah kehendaki, sebab hal itulah yang menyenangkan hati-Nya.

Parts Of Body With Knob, मानव शरीर अंग के नमूने ...         Dengan demikian, pengertian ibadah yang sejati adalah mempersembahkan setiap anggota tubuh kita sebagai persembahan kepada Allah untuk dipakai sebagai senjata-senjata kebenaran (Roma 6:12-13). Misalnya, tangan kita mau dipergunakan untuk apa? Apabila kita mempergunakannya untuk menolong sesama, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai ibadah yang sejati, tetapi apabila kita mempergunakannya untuk memukul orang lain, maka kita sudah menyerahkan anggota tubuh kita kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman (Roma 6:13). Contoh lainnya adalah mulut. Apakah kita mau mempergunakan mulut kita untuk memuji atau memaki orang lain? Yang pertama adalah ibadah sedangkan yang kedua adalah dosa. Oleh sebab itu, pengertian ibadah yang sejati dapat meliputi segala hal seperti bekerja, menikah, beristirahat, berolah-raga, kebersihan, dan termasuk juga kebaktian. Ironis sekali bahwa pemeluk agama Islam lebih memahami kebenaran ini ketimbang orang Kristen dimana mereka mengajarkan bahwa menikah adalah salah satu wujud ibadah. Dulu saya termasuk orang yang mencela pengertian ini dengan berkata di dalam hati: “Masa segala-galanya adalah ibadah? Kalo sholat atau jumatan ya jelas, tapi kalo menikah dan kebersihan, masa dihitung sebagai ibadah juga?”, tetapi sekarang saya harus mengakui bahwa merekalah yang benar.   
          Kita tidak perlu merasa heran atau terkejut dengan kebenaran ini sebab secara etimologi (asal kata) kata ibadah berasal dari bahasa Ibrani “Abodah” yang artinya adalah “work or service” (bekerja atau melayani). Perhatikan bagaimana para imam Perjanjian Lama harus bekerja keras untuk mempersembahkan sebuah korban bagi Tuhan. Mulai dari menyembelih, menguliti, mengeluarkan isi perut, sampai menaruh persembahan tersebut di atas mezbah korban bakaran. Tidak aneh apabila kebaktian hari minggu dalam bahasa Inggris disebut “Sunday Service”, sebab pada kenyataannya ibadah adalah suatu pekerjaan atau pelayanan yang kita persembahkan kepada Allah. Kata kuncinya adalah “YANG BENAR” yaitu implementasi dari kata “yang kudus” dan “yang berkenan”, dimana artinya merepresentasikan apa yang sesuai dengan Alkitab dan kehendak Allah.
          Yakobus 1:26 membuktikan seluruh uraian yang sudah saya sampaikan di atas: “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” Siapapun yang rajin beribadah (baca: kebaktian) setiap hari minggu kemungkinan besar ia akan menganggap dirinya sudah beribadah, tetapi Alkitab menegaskan apabila ia tidak mengekang lidahnya – dengan berkata jorok atau kasar – maka sia-sialah ibadahnya, alias PERCUMA.

          Jangan lupa, di bagian awal sudah disampaikan bahwa point utama mengenai ibadah adalah soal hati. Jadi, persembahkanlah seluruh anggota tubuh kita kepada Allah untuk dipakai sebagai senjata-senjata kebenaran, namun lakukanlah semuanya itu bukan dengan terpaksa, melainkan dengan kesungguhan hati, yaitu karena Allah sudah terlebih dahulu mengasihi kita melalui pengorbanan Anak-Nya di atas kayu salib.   





IBADAH YANG MURNI DAN TAK BERCACAT
Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”
(Yakobus 1:27)  


          Jelas sekali di sini dikatakan bahwa ibadah yang murni dan tak bercacat di hadapan Allah adalah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda DALAM KESUSAHAN MEREKA. Sekali lagi saya menantang saudara untuk melakukan pencarian di seluruh Perjanjian Baru adakah ayat lain yang mengajarkan tentang ibadah yang murni dan tak bercacat selain ayat ini. Seandainya tidak ketemu, maka saya ingin mengajak semua orang Kristen untuk melakukan ayat ini secara serius supaya ibadah kita dijamin kemurniannya.


World falling short in helping poor children, U.N. data show
           Saya sendiri tidak mau membatasi pengertian ayat ini hanya sebatas untuk mengunjungi anak-anak yatim piatu serta janda-janda, melainkan semua orang yang hidup dalam kesusahan. Saya yakin bahwa penekanan ayat ini bukan terletak pada contoh yang diberikan (yatim piatu dan janda) melainkan pada kata “kesusahan mereka”. Saya tahu ada beberapa – walaupun jumlahnya relatif sedikit – panti asuhan atau panti jompo yang hidup dalam kemakmuran. Mungkin karena letaknya yang strategis di tengah kota telah menjadikan mereka sebagai sasaran utama pelayanan sosial dari gereja-gereja yang ada di sekitar mereka. Saya tidak bermaksud untuk merendahkan nilai dari pelayanan yang telah mereka lakukan, namun alangkah baiknya jikalau kita melihat terlebih dahulu sasaran yang hendak kita tuju, sebab sedikit saja kita keluar dari lingkungan tengah kota, masih banyak panti-panti asuhan atau panti-panti jompo yang lebih  membutuhkan uluran tangan kita ketimbang panti-panti yang sudah “makmur”.

     Kitab Amsal 19:17 berkata “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu” Wow…. Luar biasa sekali ayat ini! Tidak pernah ada ceritanya Tuhan berhutang kepada manusia sebab seluruh alam semesta adalah kepunyaan-Nya. Akan tetapi Dia telah mengikatkan Diri-Nya dengan sebuah janji: Siapa yang menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, telah membuat Tuhan berhutang kepadanya, yang akan segera membalas perbuatannya itu. Manusia bisa saja lupa dengan hutangnya, atau mungkin sengaja melupakannya, tetapi Tuhan tidak akan pernah lupa dengan hutang-Nya, Ia pasti akan segera membayar lunas seluruh hutang-hutangnya. Tentu saja bukan balasan Tuhan yang menjadi perhatian utama dari ayat ini, melainkan kepedulian Tuhan terhadap orang lemah (sehingga Ia menjadikan Diri-Nya berhutang) yang menjadi fokus utamanya.

          Yakobus sendiri memberikan peringatan yang sangat keras bagi mereka yang suka membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin:
Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Duduklah di lantai dekat tumpuan kakiku”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat... Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata bahwa kamu melakukan pelanggaran… Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman” (Yakobus 2:1-13). 

       Rasanya sudah bukan rahasia lagi bahwa orang kaya jaman sekarang begitu mudah mendapatkan pelayanan atau jabatan di gereja. Baru beberapa waktu lamanya jadi anggota jemaat sudah diminta jadi usher, sementara jemaat lainnya yang sudah bertahun-tahun berbakti di gereja tersebut tidak pernah diminta jadi usher. Apa yang sesunguhnya terjadi? Saya tidak perlu menjelaskan alasannya bukan?Tidak dapat dipungkiri bahwa gereja membutuhkan dana operasional dan biaya pengembangan, sedangkan orang kaya membutuhkan pengakuan publik. Keduanya saling mengisi dan saling melengkapi dalam hal kedagingan. Mungkin menurut dunia apa yang mereka kerjakan adalah hal yang wajar – win-win solution – tetapi sayangnya menurut pandangan Allah, hal itu merupakan suatu dosa dan kejahatan, sebab pada dasarnya mereka sudah membuat suatu pembedaan antara si kaya dan si miskin. Celakanya mereka mengatas-namakan apa yang mereka perbuat dengan bungkus rohani yang sangat cantik yaitu “Profesionalitas di dalam Penatalayanan”.  





IBADAH SALING

Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

(Ibrani 10:24-25)



          Mungkin ada di antara saudara yang bertanya, “Apakah kumpul-kumpul sesama orang Kristen dalam suatu kebaktian tidak termasuk ibadah?” Sabar saudaraku yang terkasih. Tentu saja pertemuan orang Kristen dalam suatu persekutuan dapat disebut ibadah. Tetapi persoalannya ialah pertemuan seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai ibadah yang alkitabiah? Sebagian besar orang Kristen yang melek Alkitab akan segera menunjuk surat Ibrani 10:25 yang berkata: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang…

         Tidak salah lagi, inilah ayat favorit dari para pendeta yang suka “mengancam” jemaat supaya mereka rajin beribadah ke gereja setiap hari minggu. Tetapi tahukah saudara bahwa ayat ini sama sekali tidak cocok untuk diterapkan di dalam ibadah raya hari minggu? Saya buktikan mulai dari ayat ke-24 (perhatikan garis bawah): “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.


Hidup Akan Terasa Indah Jika Bisa Saling Tolong Menolong Dalam ...          Maaf beribu maaf wahai para pendeta yang terkasih di dalam Tuhan, ibadah yang tidak boleh ditinggalkan menurut Alkitab bukanlah ibadah raya yang dihadiri ratusan atau bahkan ribuan jemaat, melainkan “ibadah saling…” di mana hal ini hanya dapat terwujud melalui kelompok kecil. Pertemuan ibadah yang alkitabiah adalah ibadah yang di dalamnya mengandung unsur saling mendoakan, saling melayani, saling mengasihi, saling membangun, saling menasehati, saling memperhatikan, saling membantu, saling mengampuni, saling memperhatikan, saling mendorong, saling…, saling…, saling… yaitu hal-hal yang tidak mungkin dilakukan pada sebuah ibadah raya dengan skala besar. Bagaimana mungkin kita mau melakukan ibadah saling, terkadang dengan orang yang duduk di sebelah kanan-kiri saja tidak kita kenal, apalagi mau melakukan ibadah saling? Lagipula, bagaimana mungkin kita dapat saling menasehati (ayat 25) di dalam sebuah ibadah raya? Yang ada adalah kita mengganggu jalannya kebaktian yang sedang berlangsung.


         Perhatikan apa yang Alkitab ajarkan mengenai pola pertemuan jemaat berikut ini: “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.” (1 Kor 14:26).


4 Core Components of House Church - Travis Nicholson - Medium    Judul perikop dari ayat-ayat tersebut di atas adalah “PERATURAN DALAM PERTEMUAN JEMAAT”. Jika Alkitab sudah menyatakan secara jelas pola ibadah (peraturan dalam pertemuan jemaat) yang Allah inginkan, maka sebaiknya manusia tidak merekayasa pertemuan tersebut demi kepentingan pribadi atau golongan. Setting ibadah yang Alkitab ajarkan ialah “masing-masing mempersembahkan sesuatu” – tentunya berdasarkan karunia yang Tuhan sudah berikan – dengan tujuan “membangun tubuh Kristus”.


       Dari sini kita bisa melihat bahwa makna ibadah yang sebenar-benarnya adalah MEMBERI bukan MENERIMA, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Ketika setiap anggota jemaat datang dengan motivasi untuk memberi, maka secara otomatis semua jemaat akan menerima. Oleh sebab itu tanamkan dalam benak saudara mulai hari ini bahwa makna pertemuan ibadah ialah: “Apa yang bisa saya berikan buat tubuh Kristus” bukan “berkat apa yang akan saya terima pada hari ini”. Jikalau saudara datang ke sebuah pertemuan ibadah hanya untuk menerima saja, sebutan apa yang paling cocok buat saudara selain “egois rohani”? Seandainya saudara adalah seorang petobat baru dalam tubuh Kristus, tentu saja hal itu masih bisa dimaklumi, tetapi apabila saudara sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, apakah saudara tidak pernah berpikir untuk membangun tubuh Kristus? Sesungguhnya kehadiran seseorang dalam sebuah kelompok kecil sudah menjadi berkat tersendiri bagi anggota lainnya.


Jurus Jitu Hadapi Kritik Pedas di Media Sosial - Citizen6 Liputan6.com
       Prinsip ini juga sekaligus mengajarkan kepada setiap anggota jemaat supaya mereka tidak sembarangan mengkritik pelayanan orang lain. Sekali mereka mencoba untuk memimpin pujian (WL) atau membagikan firman di hadapan banyak orang, maka dengan cepat mereka akan belajar bahwa menjadi WL atau pengkhotbah ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harapan saya tidak akan ada lagi komentar-komentar seperti “hari ini pujiannya nggak ngangkat, WL nya payah” atau “khotbah hari ini kurang greget, mungkin pendetanya kurang persiapan”, dsb.


       Sekarang mari kita coba aplikasikan kedua kebenaran Firman Tuhan di atas ke dalam lingkungan gereja. Apakah SETTING ibadah yang mengajarkan “masing-2 mempersembahkan sesuatu dengan tujuan membangun tubuh Kristus” dan PRINSIP ibadah “memberi bukan menerima” dapat diterapkan di dalam suatu pertemuan ibadah raya? Kenyataannya, sadar atau tidak sadar, setting ibadah yang dipraktekkan di kebanyakan gereja pada hari ini berpedoman pada pola 5D (Datang – Duduk – Diam – Dengar – Duit) dengan prinsip utama MENERIMA, yaitu firman dan berkat, kecuali dalam hal persembahan kolekte, itupun masih dapat diperdebatkan fungsinya di dalam membangun tubuh Kristus bukan?

            Seandainya keberadaan saudara di dalam suatu ibadah raya “hanya” untuk sekedar mengikuti suatu rangkaian kegiatan upacara agama yang disebut “kebaktian”, maka pertanyaannya adalah: Apakah bedanya mengikuti ibadah raya dengan menonton sebuah konser musik? Ijinkan saya memberikan jawabannya dengan mempergunakan gaya bahasa sinisme yang menusuk hati. Bedanya adalah: Kalau konser musik bayar dulu baru nonton, sedangkan ibadah raya nonton dulu baru “bayar”.


London music guide - What's On - visitlondon.com

          
          Saudara-saudaraku yang terkasih, saya berharap saudara tidak cepat-cepat bersikap apriori terhadap saya. Ijinkan saya memberitahukan hal ini kepada saudara: Saya TIDAK anti terhadap ibadah raya. Buktinya saya masih menghadiri ibadah raya. Bahkan saya masih melayani di ibadah raya. Namun apa yang saya mau coba sampaikan di sini ialah suatu bentuk SHOCK TERAPI yang bertujuan untuk membangunkan seluruh anggota tubuh Kristus dari tidur lelap mereka yang nikmat tetapi tidak Alkitabiah. Ketika jemaat ditanya “manakah yang lebih penting: komsel atau ibadah raya?” maka saya yakin lebih dari 90% jawabannya adalah ibadah raya.

     Bolehkah saya bertanya: “Dimanakah letak back to the bible?” yang sering didengung-dengungkan banyak orang Kristen? Alkitab sudah jelas mengajarkan pola pertemuan ibadah adalah “saling…” tetapi nyatanya kita lebih senang dengan tradisi/tafsiran manusia ketimbang perintah Allah. Jangan salah sangka. Saya senang dengan ibadah raya, sebab disana kita dapat memuji Tuhan dengan suasana yang lebih meriah ketimbang di komsel. Namun jangan pernah berusaha untuk membandingkan keduanya sebab ibadah raya dan komsel tidak akan pernah sama nilainya. Yang satu bersifat tradisi sedangkan yang lainnya bernilai alkitabiah. Saya lebih senang menyebut ibadah raya sebagai suatu wujud PERAYAAN atau CELEBRATION bagi Tuhan, dimana kita berkumpul untuk bersukacita bersama-sama, mengenang dan merayakan apa yang Tuhan Yesus telah perbuat bagi kita melalui kematian dan kebangkitannya di hari minggu (bukankah segala sesuatu yang kita lakukan dengan anggota tubuh kita dengan cara yang kudus dan yang berkenan adalah ibadah yang sejati?), tetapi setelah itu marilah kita wujudkan rasa ucapan syukur itu dengan beribadah sesuai dengan apa yang Alkitab ajarkan yaitu saling… saling… saling… di dalam kelompok kecil.   





PENUTUP

          Sebagai penutup, saya mau mengajak kita semua untuk memperhatikan dengan seksama dan merenungkan firman Tuhan secara mendalam apa Tuhan sampaikan melalui nabi Amos di dalam pasal 5 ayat 21-24 dengan judul perikopnya: “Ibadah Israel dibenci TUHAN”

          "Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah KEADILAN bergulung-gulung seperti air dan KEBENARAN seperti sungai yang selalu mengalir."  

       Saya berdoa agar Bapa di Sorga di dalam nama Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, memberikan kasih karunia yang berlimpah-limpah berupa hikmat dan pengertian bagi kita sehingga kita dapat memahami apa yang ada di dalam hati Tuhan perihal ibadah yang berkenan kepada-Nya, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bahwa sesungguhnya bukan aktifitas ibadah yang Tuhan cari atau butuhkan (sebab sesungguhnya Tuhan tidak membutuhkan apapun), melainkan hati & nilai yang terkandung di dalam aktifitas rohani tersebut. Biarlah KEADILAN dan KEBENARAN menjadi pembungkus hati kami di balik setiap kegiatan rohani yang kami lakukan di hadapan Tuhan. Di dalam nama Yesus Kristus Tuhan, kami telah berdoa & mengucap syukur, Amin. 



Gbu all...

0 Response to "MAKNA IBADAH YANG BENAR"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel