MAKNA IBADAH YANG BENAR
MAKNA IBADAH YANG BENAR
Quote 1 = "Kebaktian adalah Ibadah tetapi Ibadah bukan cuma kebaktian"
Quote 2 = "Makna Ibadah yang paling utama adalah MEMBERI bukan menerima"
Quote 3 = "Setting Ibadah yang diajarkan dalam Alkitab adalah setiap orang mempersembahkan sesuatu dengan tujuan membangun tubuh Kristus"

Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai
orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan
bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah
kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah
Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.
(Markus 7:6-8)
PENDAHULUAN
Apakah yang pertama kali
terlintas di dalam benak saudara ketika saudara mendengar kata “ibadah”? Apakah
itu suatu kebaktian di gereja? Atau mungkin sekumpulan orang Kristen yang secara
bersama-sama mengadakan suatu persekutuan? Apapun wujud dan bentuknya, satu hal yang pasti
sebagaimana yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah: Ibadah bisa percuma!
Wow…! Luar biasa…! Bayangkan,
ibadah yang kita lakukan selama bertahun-tahun bisa dianggap percuma! Tentunya
saudara memahami arti kata percuma bukan? Percuma itu mubazir. Percuma itu sia-sia.
Percuma itu tidak diperhitungkan. Percuma itu tidak berarti apa-apa. Coba
sekali lagi saudara bayangkan, rutinitas saudara selama bertahun-tahun hanya
dianggap sampah yang tidak ada nilainya di hadapan Tuhan.
Seandainya Tuhan Yesus
hadir pada hari ini, apa kira-kira yang akan Dia sampaikan mengenai ibadah yang
kita lakukan? Apakah Yesus akan memuji apa yang kita lakukan? Atau sebaliknya,
Dia akan mengatakan hal yang sama kepada kita: “Percuma kamu beribadah…”
Oleh sebab itu, penting
bagi kita untuk mempelajari apa yang Alkitab ajarkan mengenai ibadah.
Pertama-tama, kita harus mengetahui alasan kenapa ibadah bisa ditolak. Kedua,
kita harus mengerti ibadah seperti apa yang diperhitungkan oleh Tuhan.
HATI
YANG JAUH DARI TUHAN
Esensi dari sebuah
ibadah adalah masalah hati. Tuhan Yesus mengutip perkataan nabi Yesaya: "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku." Percuma orang berkata: “Tuhan… Tuhan…” kalau
hatinya jauh, atau tidak tertuju kepada Tuhan. Dia sama seperti tong kosong
yang nyaring bunyinya. Dari luar nampaknya seperti orang yang mengasihi Tuhan
(buktinya rajin beribadah), tetapi hatinya tidak memiliki kepedulian terhadap
Tuhan. Dengan perkataan lain, mereka adalah orang-orang yang munafik secara
rohani. Menurut pendapat saudara, pantaskah orang-orang seperti ini ditolak
ibadahnya?


Mungkin yang harus
menjadi perhatian bagi kita semua adalah pertanyaan apakah kita termasuk ke
dalam kategori orang yang munafik secara rohani atau kita termasuk ke dalam
golongan orang yang berkenan kepada Tuhan? Bagaimana cara mengukurnya? Saya
akan memberikan beberapa contoh dari kebaktian yang biasa kita lakukan pada
hari minggu (yang katanya buat Tuhan).
Pertama adalah soal
waktu. Sementara orang lain masih enak tidur atau asyik jalan-jalan di mall,
kita menghabiskan waktu kita pada hari minggu pagi/siang untuk beribadah. Namun
yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita melakukannya karena kerinduan untuk
bertemu dengan Tuhan atau karena tradisi keluarga? Atau mungkin karena perintah dari orang
tua/sekolah? Ada juga yang terpaksa menemani istri/suami? Bahkan bukan satu-dua
kali saya melihat jemaat yang sengaja datang terlambat hanya untuk mendengar bagian
khotbahnya saja. Apakah saudara pikir Tuhan akan berkenan dengan persembahan
waktu seperti ini? Coba kita bandingkan dengan wakuncar (waktu kunjung pacar),
kalau bisa kita datang sepagi mungkin dan pulang selarut mungkin. Dan bukan hanya
itu saja, kita mempersembahkan seluruh perhatian kita hanya bagi sang pujaan
hati, sebab hal itulah yang menunjukkan bahwa hati kita tertuju kepadanya. Masalahnya
adalah apakah hati dan perhatian yang sama berlaku juga untuk Tuhan pada saat
kita beribadah?

Bisa jadi beberapa orang
dari antara saudara sudah mulai mendapatkan gambaran kenapa ibadah kita bisa
percuma. Namun apa yang saya sampaikan di atas belumlah seberapa dibandingkan
dengan makna ibadah secara keseluruhan yang tertulis di dalam Alkitab. Oleh
sebab itu, marilah kita mempelajari alasan utama kenapa Tuhan Yesus menolak
ibadah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.
MENGUTAMAKAN PERINTAH
MANUSIA (Adat Istiadat atau Tradisi)
Mengapa Tuhan Yesus
tiba-tiba mengutip nubuatan nabi Yesaya dan menujukannnya kepada orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat? Mari kita melihat kepada konteksnya secara
keseluruhan (ayat 1-13). Serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat
mendatangi Tuhan Yesus sebab mereka menyaksikan bahwa murid-murid-Nya makan
dengan tangan yang tidak dibasuh, sementara adat istiadat (tradisi) nenek
moyang mereka adalah melarang orang makan sebelum mencuci tangan, dan kalau
pulang dari pasar mereka tidak akan makan apa-apa sebelum mereka membaptis (LAI
= membersihkan) dirinya sendiri. Tradisi baptisan ini juga melingkupi baptisan
(LAI = mencuci) cawan, kendi, dan perkakas-perkakas tembaga (ayat 1-4).

Jawaban Tuhan Yesus
kepada orang Farisi dan ahli Taurat - dengan mengutip nubuat nabi Yesaya - adalah
sebuah pelajaran maha penting bagi kita bahwa hidup di dalam tradisi nenek moyang
(baca: tradisi gereja) apabila tidak disertai dengan pengertian yang benar adalah perkara yang sangat
berat. Harganya adalah IBADAH YANG
PERCUMA, sebab pada dasarnya mereka lebih mengutamakan perintah manusia
ketimbang perintah Allah (ayat 6-8).
Berapa banyak orang
Kristen yang tidak sadar bahwa mereka memiliki pengajaran, atau
setidak-tidaknya secara praktek, yang kurang lebih sama dengan tradisi orang Farisi
dan ahli Taurat? Mereka bersedia memberikan persembahan yang bernilai puluhan
bahkan ratusan juta rupiah untuk pembangunan gedung gereja (yang disebut sebagai
persembahan untuk Tuhan), sementara sulit sekali bagi mereka untuk menolong
anggota keluarganya yang hidup dalam kemiskinan. Bukankah kita tidak lebih baik
daripada orang Farisi dan ahli Taurat?
Setelah kita memahami bahwa kita tidak lebih baik daripada orang Farisi dan ahli Taurat dalam hal mendahulukan perintah Allah ketimbang tradisi manusia, maka selanjutnya kita harus mempelajari apa yang Alkitab ajarkan mengenai ibadah yang benar. Tujuannya adalah supaya kita tidak melakukan kesalahan yang sama terus menerus sepanjang hidup kita. Jadi, mari kita memperhatikan apa yang Alkitab ajarkan mengenai Ibadah?
IBADAH YANG SEJATI
“Karena itu, saudara-saudara,
demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati.”(Roma 12:1)
Hal pertama yang Alkitab
ajarkan perihal ibadah adalah mengenai ibadah yang sejati, dimana kita diminta
untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah. Saya menantang saudara untuk mencari di seluruh
Perjanjian Baru adakah ayat lain yang berbicara tentang ibadah yang sejati
selain ayat ini? Kalau tidak ada, marilah kita melakukan ayat ini secara
seksama supaya ibadah kita ditanggung kesejatiannya.

Kita tidak perlu merasa
heran atau terkejut dengan kebenaran ini sebab secara etimologi (asal kata) kata
ibadah berasal dari bahasa Ibrani “Abodah” yang artinya adalah “work or
service” (bekerja atau melayani). Perhatikan bagaimana para imam Perjanjian Lama harus bekerja keras untuk mempersembahkan sebuah korban bagi Tuhan. Mulai dari menyembelih, menguliti, mengeluarkan isi perut, sampai menaruh persembahan tersebut di atas mezbah korban bakaran. Tidak aneh apabila kebaktian hari minggu
dalam bahasa Inggris disebut “Sunday Service”, sebab pada kenyataannya ibadah
adalah suatu pekerjaan atau pelayanan yang kita persembahkan kepada Allah. Kata
kuncinya adalah “YANG BENAR” yaitu implementasi dari kata “yang kudus” dan “yang
berkenan”, dimana artinya merepresentasikan apa yang sesuai dengan Alkitab dan
kehendak Allah.
Yakobus 1:26 membuktikan
seluruh uraian yang sudah saya sampaikan di atas: “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak
mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” Siapapun yang rajin beribadah (baca: kebaktian) setiap hari minggu
kemungkinan besar ia akan menganggap dirinya sudah beribadah, tetapi Alkitab
menegaskan apabila ia tidak mengekang lidahnya – dengan berkata jorok atau
kasar – maka sia-sialah ibadahnya, alias PERCUMA.
Jangan lupa, di bagian awal sudah disampaikan bahwa point utama mengenai
ibadah adalah soal hati. Jadi, persembahkanlah seluruh anggota tubuh kita
kepada Allah untuk dipakai sebagai senjata-senjata kebenaran, namun lakukanlah
semuanya itu bukan dengan terpaksa, melainkan dengan kesungguhan hati, yaitu
karena Allah sudah terlebih dahulu mengasihi kita melalui pengorbanan Anak-Nya
di atas kayu salib.
IBADAH YANG MURNI DAN
TAK BERCACAT
“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”
“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”
(Yakobus 1:27)
Jelas sekali di sini
dikatakan bahwa ibadah yang murni dan tak bercacat di hadapan Allah adalah mengunjungi
yatim piatu dan janda-janda DALAM
KESUSAHAN MEREKA. Sekali lagi saya menantang saudara untuk melakukan
pencarian di seluruh Perjanjian Baru adakah ayat lain yang mengajarkan tentang
ibadah yang murni dan tak bercacat selain ayat ini. Seandainya tidak ketemu,
maka saya ingin mengajak semua orang Kristen untuk melakukan ayat ini secara serius supaya
ibadah kita dijamin kemurniannya.
Saya sendiri tidak mau
membatasi pengertian ayat ini hanya sebatas untuk mengunjungi anak-anak yatim
piatu serta janda-janda, melainkan semua orang yang hidup dalam kesusahan. Saya
yakin bahwa penekanan ayat ini bukan terletak pada contoh yang diberikan (yatim
piatu dan janda) melainkan pada kata “kesusahan mereka”. Saya tahu ada beberapa
– walaupun jumlahnya relatif sedikit – panti asuhan atau panti jompo yang hidup
dalam kemakmuran. Mungkin karena letaknya yang strategis di tengah kota telah
menjadikan mereka sebagai sasaran utama pelayanan sosial dari gereja-gereja
yang ada di sekitar mereka. Saya tidak bermaksud untuk merendahkan nilai dari
pelayanan yang telah mereka lakukan, namun alangkah baiknya jikalau kita
melihat terlebih dahulu sasaran yang hendak kita tuju, sebab sedikit saja kita
keluar dari lingkungan tengah kota, masih banyak panti-panti asuhan atau
panti-panti jompo yang lebih membutuhkan
uluran tangan kita ketimbang panti-panti yang sudah “makmur”.
Kitab Amsal 19:17
berkata “Siapa menaruh belas kasihan
kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu”
Wow…. Luar biasa sekali ayat ini! Tidak pernah ada ceritanya Tuhan berhutang
kepada manusia sebab seluruh alam semesta adalah kepunyaan-Nya. Akan tetapi Dia
telah mengikatkan Diri-Nya dengan sebuah janji: Siapa yang menaruh belas
kasihan kepada orang yang lemah, telah membuat Tuhan berhutang kepadanya, yang
akan segera membalas perbuatannya itu. Manusia bisa saja lupa dengan hutangnya,
atau mungkin sengaja melupakannya, tetapi Tuhan tidak akan pernah lupa dengan
hutang-Nya, Ia pasti akan segera membayar lunas seluruh hutang-hutangnya. Tentu
saja bukan balasan Tuhan yang menjadi perhatian utama dari ayat ini, melainkan kepedulian
Tuhan terhadap orang lemah (sehingga Ia menjadikan Diri-Nya berhutang) yang
menjadi fokus utamanya.
Yakobus sendiri
memberikan peringatan yang sangat keras bagi mereka yang suka membeda-bedakan
antara si kaya dan si miskin:
“Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Duduklah di lantai dekat tumpuan kakiku”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat... Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata bahwa kamu melakukan pelanggaran… Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman” (Yakobus 2:1-13).
“Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Duduklah di lantai dekat tumpuan kakiku”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat... Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata bahwa kamu melakukan pelanggaran… Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman” (Yakobus 2:1-13).
Rasanya sudah bukan
rahasia lagi bahwa orang kaya jaman sekarang begitu mudah mendapatkan pelayanan
atau jabatan di gereja. Baru beberapa waktu lamanya jadi anggota jemaat sudah
diminta jadi usher, sementara jemaat lainnya yang sudah bertahun-tahun berbakti
di gereja tersebut tidak pernah diminta jadi usher. Apa yang sesunguhnya
terjadi? Saya tidak perlu menjelaskan alasannya bukan?Tidak dapat dipungkiri
bahwa gereja membutuhkan dana operasional dan biaya pengembangan, sedangkan
orang kaya membutuhkan pengakuan publik. Keduanya saling mengisi dan saling
melengkapi dalam hal kedagingan. Mungkin menurut dunia apa yang mereka kerjakan
adalah hal yang wajar – win-win solution – tetapi sayangnya menurut pandangan
Allah, hal itu merupakan suatu dosa dan kejahatan, sebab pada dasarnya mereka
sudah membuat suatu pembedaan antara si kaya dan si miskin. Celakanya mereka
mengatas-namakan apa yang mereka perbuat dengan bungkus rohani yang sangat cantik
yaitu “Profesionalitas di dalam Penatalayanan”.
IBADAH SALING
Dan marilah kita
saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam
pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari
pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi
marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari
Tuhan yang mendekat.
(Ibrani 10:24-25)
Mungkin ada di antara
saudara yang bertanya, “Apakah kumpul-kumpul sesama orang Kristen dalam suatu
kebaktian tidak termasuk ibadah?” Sabar saudaraku yang terkasih. Tentu saja
pertemuan orang Kristen dalam suatu persekutuan dapat disebut ibadah. Tetapi
persoalannya ialah pertemuan seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai
ibadah yang alkitabiah? Sebagian besar orang Kristen yang melek Alkitab akan
segera menunjuk surat Ibrani 10:25 yang berkata: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita,
seperti dibiasakan oleh beberapa orang…”
Tidak salah lagi, inilah
ayat favorit dari para pendeta yang suka “mengancam” jemaat supaya mereka rajin
beribadah ke gereja setiap hari minggu. Tetapi tahukah saudara bahwa ayat ini
sama sekali tidak cocok untuk diterapkan di dalam ibadah raya hari minggu? Saya
buktikan mulai dari ayat ke-24 (perhatikan garis bawah): “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling
mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan
diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa
orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat
melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”

Perhatikan apa yang
Alkitab ajarkan mengenai pola pertemuan jemaat berikut ini: “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara?
Bilamana kamu berkumpul hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu:
yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia
bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu
harus dipergunakan untuk membangun.” (1 Kor 14:26).

Dari sini kita bisa
melihat bahwa makna ibadah yang sebenar-benarnya adalah MEMBERI bukan MENERIMA,
baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Ketika setiap anggota jemaat datang dengan
motivasi untuk memberi, maka secara otomatis semua jemaat akan menerima. Oleh
sebab itu tanamkan dalam benak saudara mulai hari ini bahwa makna pertemuan
ibadah ialah: “Apa yang bisa saya berikan buat tubuh Kristus” bukan “berkat apa
yang akan saya terima pada hari ini”. Jikalau saudara datang ke sebuah pertemuan
ibadah hanya untuk menerima saja, sebutan apa yang paling cocok buat saudara
selain “egois rohani”? Seandainya saudara adalah seorang petobat baru dalam
tubuh Kristus, tentu saja hal itu masih bisa dimaklumi, tetapi apabila saudara sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, apakah saudara tidak pernah berpikir
untuk membangun tubuh Kristus? Sesungguhnya kehadiran seseorang dalam sebuah kelompok
kecil sudah menjadi berkat tersendiri bagi anggota lainnya.
Prinsip ini juga
sekaligus mengajarkan kepada setiap anggota jemaat supaya mereka tidak
sembarangan mengkritik pelayanan orang lain. Sekali mereka mencoba untuk
memimpin pujian (WL) atau membagikan firman di hadapan banyak orang, maka
dengan cepat mereka akan belajar bahwa menjadi WL atau pengkhotbah ternyata
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harapan saya tidak akan ada lagi
komentar-komentar seperti “hari ini pujiannya nggak ngangkat, WL nya payah”
atau “khotbah hari ini kurang greget, mungkin pendetanya kurang persiapan”, dsb.
Sekarang mari kita coba
aplikasikan kedua kebenaran Firman Tuhan di atas ke dalam lingkungan gereja.
Apakah SETTING ibadah yang mengajarkan “masing-2 mempersembahkan sesuatu dengan
tujuan membangun tubuh Kristus” dan PRINSIP ibadah “memberi bukan menerima”
dapat diterapkan di dalam suatu pertemuan ibadah raya? Kenyataannya, sadar atau
tidak sadar, setting ibadah yang dipraktekkan di kebanyakan gereja pada hari
ini berpedoman pada pola 5D (Datang – Duduk – Diam – Dengar – Duit) dengan
prinsip utama MENERIMA, yaitu firman dan berkat, kecuali dalam hal persembahan
kolekte, itupun masih dapat diperdebatkan fungsinya di dalam membangun tubuh
Kristus bukan?
Seandainya keberadaan
saudara di dalam suatu ibadah raya “hanya” untuk sekedar mengikuti suatu
rangkaian kegiatan upacara agama yang disebut “kebaktian”, maka pertanyaannya
adalah: Apakah bedanya mengikuti ibadah raya dengan menonton sebuah konser musik? Ijinkan saya memberikan jawabannya dengan mempergunakan
gaya bahasa sinisme yang menusuk hati. Bedanya adalah: Kalau konser musik bayar
dulu baru nonton, sedangkan ibadah raya nonton dulu baru “bayar”.
Saudara-saudaraku yang terkasih, saya berharap saudara tidak cepat-cepat bersikap apriori terhadap saya. Ijinkan saya memberitahukan hal ini kepada saudara: Saya TIDAK anti terhadap ibadah raya. Buktinya saya masih menghadiri ibadah raya. Bahkan saya masih melayani di ibadah raya. Namun apa yang saya mau coba sampaikan di sini ialah suatu bentuk SHOCK TERAPI yang bertujuan untuk membangunkan seluruh anggota tubuh Kristus dari tidur lelap mereka yang nikmat tetapi tidak Alkitabiah. Ketika jemaat ditanya “manakah yang lebih penting: komsel atau ibadah raya?” maka saya yakin lebih dari 90% jawabannya adalah ibadah raya.
Bolehkah saya bertanya:
“Dimanakah letak back to the bible?” yang sering didengung-dengungkan banyak
orang Kristen? Alkitab sudah jelas mengajarkan pola pertemuan ibadah adalah
“saling…” tetapi nyatanya kita lebih senang dengan tradisi/tafsiran manusia
ketimbang perintah Allah. Jangan salah sangka. Saya senang dengan ibadah raya,
sebab disana kita dapat memuji Tuhan dengan suasana yang lebih meriah ketimbang
di komsel. Namun jangan pernah berusaha untuk membandingkan keduanya sebab
ibadah raya dan komsel tidak akan pernah sama nilainya. Yang satu bersifat
tradisi sedangkan yang lainnya bernilai alkitabiah. Saya lebih senang menyebut
ibadah raya sebagai suatu wujud PERAYAAN atau CELEBRATION bagi Tuhan, dimana
kita berkumpul untuk bersukacita bersama-sama, mengenang dan merayakan apa yang
Tuhan Yesus telah perbuat bagi kita melalui kematian dan kebangkitannya di hari
minggu (bukankah segala sesuatu yang kita lakukan dengan anggota tubuh kita
dengan cara yang kudus dan yang berkenan adalah ibadah yang sejati?), tetapi
setelah itu marilah kita wujudkan rasa ucapan syukur itu dengan beribadah
sesuai dengan apa yang Alkitab ajarkan yaitu saling… saling… saling… di dalam
kelompok kecil.
PENUTUP
Sebagai penutup, saya
mau mengajak kita semua untuk memperhatikan dengan seksama dan merenungkan
firman Tuhan secara mendalam apa Tuhan sampaikan melalui nabi Amos di dalam pasal
5 ayat 21-24 dengan judul perikopnya: “Ibadah Israel dibenci TUHAN”
"Aku membenci, Aku
menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan
rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban
bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu
berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian
nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah KEADILAN bergulung-gulung
seperti air dan KEBENARAN seperti sungai yang selalu mengalir."
Saya berdoa agar Bapa di Sorga di dalam nama Anak-Nya
Yesus Kristus, Tuhan kita, memberikan kasih karunia yang berlimpah-limpah
berupa hikmat dan pengertian bagi kita sehingga kita dapat memahami apa yang
ada di dalam hati Tuhan perihal ibadah yang berkenan kepada-Nya, baik
di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bahwa sesungguhnya bukan
aktifitas ibadah yang Tuhan cari atau butuhkan (sebab sesungguhnya Tuhan tidak
membutuhkan apapun), melainkan hati & nilai yang terkandung di dalam
aktifitas rohani tersebut. Biarlah KEADILAN dan KEBENARAN menjadi pembungkus
hati kami di balik setiap kegiatan rohani yang kami lakukan di hadapan Tuhan.
Di dalam nama Yesus Kristus Tuhan, kami telah berdoa & mengucap syukur,
Amin.
Gbu all...
0 Response to "MAKNA IBADAH YANG BENAR"
Post a Comment