Kembali ke Alkitab yang sebenar-benarnya (Truly back to the Bible)

PERSEPULUHAN YANG ALKITABIAH



PERSEPULUHAN MENURUT ALKITAB

Quote 1 = "Memberi persepuluhan tanpa disertai keadilan, kesetiaan dan belas kasihan adalah praktek agamawi yang mengundang kutuk celaka dalam kehidupan"

Quote 2 = "Pemberian yang berharga di mata Tuhan adalah pemberian yang berdasarkan kasih bukan karena perintah"

Image result for persepuluhan
Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam.Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.”
(Maleakhi 3:8-12)


PENDAHULUAN
Tidak salah lagi, ayat-ayat di atas adalah ayat-ayat favorit dari para pendeta yang senang “mengancam” jemaat agar mereka memberi persepuluhan. Pada umumnya mereka (pendeta) berkata bahwa siapa saja yang tidak memberikan persepuluhan adalah para penipu atau maling yang telah merampok uang Allah. Namun yang paling menggelikan dari semuanya adalah para pendeta yang menyatakan bahwa orang-orang yang tidak memberikan persepuluhan tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Mereka berpendapat bahwa tidak mungkin seorang pencuri diterima di sana. 
     Apapun bentuk “ancaman” yang mereka sampaikan, baik berupa sindiran halus, maupun kritikan yang tajam, pada dasarnya mereka semua sepakat: “Bayarlah persepuluhan maka engkau akan diberkati, tolaklah persepuluhan maka engkau akan dikutuk, bukankah ayat-ayat di atas sudah jelas berkata apa?"

Benarkah orang-orang yang membayar persepuluhan akan diberkati Allah?
Sayang sekali bahwa Alkitab Perjanjian Baru sama sekali tidak mendukung teori ini. Yesus berkata: “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Mat 23:23).
Image result for blessing cursePerhatikan bahwa orang-orang Farisi membayar persepuluhan mereka dengan setia, tetapi apa yang mereka terima bukanlah berkat dari Allah, melainkan kutuk dari Tuhan Yesus. Sebaliknya, Tuhan Yesus malah menegaskan tentang 3 bagian terpenting dalam hukum Taurat (sehubungan dengan masalah pemberian), yaitu: KEADILAN, BELAS KASIHAN dan KESETIAAN, yang tidak lain adalah INTI dari makna persepuluhan yang akan kita pelajari di dalam artikel ini, yakni 3 alasan utama mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam Perjanjian Lama.

Apakah persepuluhan Alkitabiah?
Ya, persepuluhan adalah Alkitabiah karena konsep persepuluhan memang tertulis di dalam Alkitab, tetapi kita harus melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa persepuluhan bukanlah doktrin atau praktek yang diajarkan di dalam Perjanjian Baru. Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepuluhan adalah milik orang Israel, sebagaimana yang tertulis di dalam hukum Taurat, bukan milik orang Kristen. Buktinya di dalam Perjanjian Baru hanya ada 4 ayat yang menuliskan tentang persepuluhan. Dua ayat menceritakan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap orang Farisi (Mat 23:23 & Luk 11:42), satu ayat menceritakan tentang ketinggian hati orang Farisi (Luk 18:12), dan satu ayat lagi menceritakan tentang persembahan Abraham kepada Melkisedek (Ibrani 7:1-9).

Bukankah Yesus berkata “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan ditinggalkan”?
Ya, tetapi kita harus melihat pada konteksnya secara keseluruhan, bukan hanya mencomot satu-dua bagian perkataan Tuhan Yesus dan kemudian bermain dengan kata-kata. Pertama, Tuhan Yesus sedang berbicara kepada orang-orang Israel yang tentu saja terikat kepada hukum Taurat untuk selama-lamanya, bukan kepada orang non-Israel atau mereka yang hidup di dalam Perjanjian Baru. Dengan perkataan lain, Tuhan Yesus sedang menegaskan bahwa bagi orang Israel semua perintah dalam hukum Taurat harus dilakukan, jangan ada yang ditinggalkan. Kedua, pada saat itu Tuhan Yesus sedang menjelaskan kepada orang Farisi perihal makna persepuluhan ditinjau dari sudut pandang hukum Taurat, di mana prinsip dari hukum Taurat adalah: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat” (Gal 3:10, Ul 27:26), yang kemudian disimpulkan dengan istilah “Melanggar satu berarti melanggar semua” (Yak 2:10). Dari sini kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus sama sekali tidak bermaksud untuk menegaskan bahwa konsep persepuluhan masih tetap berlaku di masa Perjanjian Baru (walaupun juga tidak menolak), melainkan untuk menjelaskan kepada orang Farisi bahwa memberikan persepuluhan tetapi melupakan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan, sama artinya (atau bahkan lebih buruk) dengan tidak memberikan persepuluhan (karena pada dasarnya mereka sudah melanggar hukum Taurat).
Pertanyaan yang mungkin dapat diajukan bagi kita adalah “Apakah orang-orang Kristen sudah melakukan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan pada saat mereka memberikan persepuluhan”? Jikalau belum, maka perkataan Tuhan Yesus kepada orang Farisi “celakalah kamu…” berlaku pula bagi kita, sebab pada dasarnya kita sama saja dengan orang Farisi! Percayalah, ketika Tuhan Yesus berkata “celakalah kamu”, Ia tidak sedang bercanda atau sekedar menakut-nakuti orang Farisi. Celaka ya berarti celaka, walaupun kita tidak tahu dalam bentuk seperti apa celaka yang dimaksud. Tetapi anehnya, para pendeta lebih tertarik kepada perkataan “yang satu harus dilakukan” daripada perkataan "yang lain jangan ditinggalkan. Para pendeta berlaku seolah-olah "yang satu” itu (persepuluhan) lebih penting bagi Tuhan sehingga mereka tidak perlu lagi memperhatikan "yang lain” (keadilan, kesetiaan dan belas kasihan), padahal perkataan celaka Tuhan Yesus lahir karena orang-orang Farisi tidak melakukan keadilan, kesetiaan dan belas kasihan ketika mereka memberikan persepuluhan. Saya sungguh tidak habis mengerti!

Lalu bagaimana dengan persepuluhan Abraham kepada Melkisedek?
Ada banyak pendeta yang menegaskan bahwa persepuluhan bukanlah berasal dari hukum Taurat, melainkan ratusan tahun sebelumnya, yaitu persembahan Abraham kepada Melkisedek (Kej 14:17-20) yang kemudian diteruskan kepada anak-cucunya yaitu Yakub (Kej 28:20-22).
Image result for abraham melchizedekPertanyaannya adalah: Apakah Abraham akan dianggap berdosa apabila ia tidak memberikan persepuluhan kepada Melkisedek? Apakah segala hal yang Abraham lakukan di masa sebelum hukum Taurat adalah kewajiban yang harus kita perbuat di masa Perjanjian Baru? Apakah Yakub akan dianggap berdosa – dengan tidak memberikan persepuluhan – seandainya ia tidak pernah bernazar untuk memberikan persepuluhan kepada Tuhan? Perhatikan bahwa persembahan kedua tokoh Alkitab ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka wajib memberikan persepuluhan.
Ketika Abraham berjumpa dengan Melkisedek – yang ditegaskan sebagai tokoh yang lebih besar daripada Abraham, yaitu seorang raja dan imam di kota Salem (Yerusalem kuno), yang adalah gambaran dari Tuhan Yesus sebagai raja dan imam (Ibr 7:1-4) – beliau menyerahkan sepersepuluh dari segala hasil rampasannya setelah ia mengalahkan raja Kedorlaomer dan raja-raja dari timur (Kel 14:1-20). Dari kisah ini kita dapat mengambil 3 buah kesimpulan penting:
1. Persepuluhan Abraham bersifat SUKARELA, karena pada waktu itu hukum Taurat belum diberikan.
2. Persepuluhan Abraham berasal dari JARAHAN, bukan dari penghasilannya sebagai peternak kambing-domba.
3. Persepuluhan Abraham kepada Melkisedek adalah SATU-SATUNYA persepuluhan yang diberikan Abraham seumur hidupnya (setidaknya yang tercatat di dalam Alkitab).
Demikian pula dengan Yakub. Alkitab menceritakan bahwa hari kematian Ishak sudah dekat dan Esau berikhtiar untuk membunuh Yakub. Di dalam ketakutannya, Yakub melarikan diri ke Mesopotamia. Di tengah perjalanan, Yakub bermimpi bahwa Allah akan memberkati dirinya dan seluruh keturunannya. Oleh sebab itu, bernazarlah Yakub, jika Allah menyertai, melindungi dan memberkati hidupnya, maka ia akan memberikan sepersepuluh dari segala sesuatu yang ia terima. Perhatikan bahwa persembahan Yakub bukanlah suatu kewajiban yang Allah perintahkan kepadanya, melainkan secara sukarela ia berikan sebagai balasan atas apa yang Tuhan janjikan kepadanya.
Berdasarkan kedua keterangan di atas, apakah kita masih mau mempertahankan ide bahwa persepuluhan adalah perintah yang secara langsung diajarkan di dalam Perjanjian Baru? 

Apakah Perjanjian Baru menolak konsep persepuluhan?
Tidak! Tetapi juga tidak mengharuskan! Perhatikan bahwa dasar dari pemberian persepuluhan Abraham kepada Melkisedek adalah berdasarkan KASIH (secara sukarela), bukan berdasarkan PERINTAH. Hal inilah yang sesungguhnya ingin ditegaskan Tuhan Yesus di seluruh Perjanjian Baru, yaitu bahwa kita harus memberikan seluruh persembahan kita berdasarkan kasih, bukan berdasarkan kewajiban. 
Dengan demikian, kita tidak perlu jatuh kepada salah satu ekstrem (apalagi sampai berdebat di media sosial) mengenai sikap kita terhadap persepuluhan. Ekstrem kiri menegaskan bahwa persepuluhan adalah kewajiban setiap orang Kristen, sementara ekstrem kanan menentang habis-habisan konsep persepuluhan. Berdasarkan uraian singkat yang sudah dijelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa memberi persepuluhan adalah hal yang baik (asalkan berdasarkan kasih dan menggenapi nilai keadilan, kesetiaan dan belas kasihan), tetapi tidak memberikan persepuluhan bukanlah sebuah dosa (asalkan hatinya tidak terikat dengan uang, yang dibuktikan melalui kerelaan di dalam memberi). 


MAKNA PERSEPULUHAN
Salah satu unsur terpenting di dalam hukum penafsiran Perjanjian Baru adalah: Kita harus mengetahui rancangan Allah yang semula, berikutnya mempelajari alasan atau makna di balik perintah-perintah di dalam hukum Taurat, baru setelah itu kita memberikan penafsiran atas suatu doktrin atau praktek yang tertulis di dalam Perjanjian Baru. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui latar belakang mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam Perjanjian Lama.

MAKNA PERSEPULUHAN DI DALAM PERJANJIAN LAMA
Di dalam Perjanjian Lama, khususnya melalui kitab Bilangan dan Ulangan, kita akan menemukan bahwa ada 3 macam persepuluhan yang diperintahkan Allah bagi orang Israel. Rabi-rabi Israel menamakan 3 macam persepuluhan itu dengan sebutan: Ma’aser Rishon (persepuluhan pertama), Ma’aser Sheni (persepuluhan kedua), dan Ma’aser Ani.

MA’ASER RISHON
"Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan... Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel, sebab persembahan persepuluhan yang dipersembahkan orang Israel kepada TUHAN sebagai persembahan khusus Kuberikan kepada orang Lewi sebagai milik pusakanya; itulah sebabnya Aku telah berfirman tentang mereka: Mereka tidak akan mendapat milik pusaka di tengah-tengah orang Israel." TUHAN berfirman kepada Musa: "Lagi haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka: Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan yang Kuberikan kepadamu dari pihak mereka sebagai milik pusakamu, maka haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan persepuluhan itu, dan persembahan itu akan diperhitungkan sebagai persembahan khususmu, sama seperti gandum dari tempat pengirikan dan sama seperti hasil dari tempat pemerasan anggur. Secara demikian kamupun harus mempersembahkan sebagai persembahan khusus kepada TUHAN sebagian dari segala persembahan persepuluhan yang kamu terima dari pihak orang Israel. Dan yang dipersembahkan dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN haruslah kamu serahkan kepada imam Harun."
(Bilangan 18:21-28)
Image result for tithe priest
Dari ayat-ayat ini, kita dapat mengambil beberapa point penting yang akan kita jadikan sebagai bahan perbandingan dengan apa yang dilakukan gereja – yang mengaku – sebagai penerus bangsa Israel yaitu umat perjanjian:
1.   Persepuluhan adalah persembahan khusus yang diberikan bangsa Israel kepada TUHAN, bukan kepada suku Lewi (ay 19, 24). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan. Oleh sebab itu, suku Lewi sama sekali tidak berhak untuk menuntut apalagi mengancam bangsa Israel apabila mereka lalai di dalam membayar persepuluhan.
2.    Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari Tuhan sebagai upah atas pekerjaan mereka di Kemah Pertemuan (sebelum menjadi Bait Allah), yaitu sebagai pengganti karena suku Lewi tidak menerima tanah pusaka sebagaimana kesebelas suku yang lain. Adapun alasan mengapa mereka tidak menerima tanah pusaka yaitu karena mereka adalah milik pusaka kepunyaan Tuhan sendiri, yakni pengganti dari seluruh anak sulung bangsa Israel sehubungan dengan tulah kematian anak sulung di Mesir (Bil 3:11-12).
3.  Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari bangsa Israel melalui Tuhan dengan perbandingan 1:11.
4.    Orang-orang Lewi memberikan persembahan persepuluhan dari persepuluhan yang mereka terima sebagai persembahan khusus kepada Tuhan, dan Tuhan memberikan persembahan itu kepada keluarga Harun (imam-imam).

Sekarang, mari kita coba terapkan konsep persepuluhan pertama (Ma’aser Rishon) di dalam gereja. Sebuah catatan penting harus saya tekankan di sini. Apabila gereja menganggap bahwa konsep persepuluhan – yang berasal dari Perjanjian Lama – masih tetap berlaku di masa Perjanjian Baru, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengikuti semua aturan yang tertulis di dalam hukum Taurat mengenai persembahan persepuluhan (sebab Perjanjian Baru sama sekali tidak mengatur soal ini).
Pertama, dengan siapa kita mau membandingkan para pendeta? Dengan suku Lewi atau imam-imam? Seandainya para pendeta kita mau persamakan dengan orang Lewi, maka seharusnya mereka tidak boleh melakukan upacara baptisan, atau memberi berkat, atau bahkan menyelenggarakan ibadah, karena hanya para imamlah yang berhak melakukan hal-hal tersebut. Sebaliknya, apabila kita menganggap bahwa para pendeta adalah imam-imam, maka seharusnya mereka tidak menerima persepuluhan dari jemaat, melainkan sepersepuluh dari total persepuluhan yang diterima suku Lewi (alias 1%).
Pertanyaan lanjutannya adalah: Siapakah orang Lewi menurut hukum Taurat? Berdasarkan kitab Bilangan pasal 4, kita ketahui bahwa tugas bani Kehat adalah mengurus barang-barang maha kudus (ayat 1-20), tugas bani Gerson adalah mengangkat segala perlengkapan Kemah Suci (ayat 21-28), dan tugas bani Merari adalah mengangkat segala perkakas Kemah Suci (ayat 29-33). Secara singkat dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Kemah Suci, yaitu orang-orang yang diperbantukan kepada keluarga Harun (imam-imam) demi terselenggaranya ibadah orang Israel.
Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah siapakah orang Lewi menurut versi Perjanjian Baru? Berdasarkan “job description” yang mereka miliki, maka seharusnya mereka adalah seluruh full timer gereja yang tidak ditahbiskan menjadi pendeta (imam), yaitu pemain musik, pengangkut sound system, termasuk tukang sapu ruang ibadah. Seharusnya, merekalah yang berhak menerima persepuluhan dari jemaat dimana selanjutnya mereka memberikan sepersepuluh dari pendapatan mereka kepada para pendeta.
Kedua, persembahan persepuluhan dari persepuluhan orang Israel (1%) yang diberikan orang Lewi kepada imam-imam harus diberikan secara merata kepada semua anggota keluarga Harun. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa Harun – sebagai imam besar – mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang anak-anaknya. Alkitab hanya menyatakan bahwa persembahan orang Lewi harus diberikan kepada Harun, yaitu selaku kepala keluarga dari keempat anaknya yang menjadi imam-imam. Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang gembala sidang mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang para pendeta lainnya. Lagipula, di dalam Perjanjian Baru, posisi imam besar adalah milik Tuhan Yesus (Ibr 9:11). Oleh sebab itu, tidak ada seorang pendeta-pun yang dapat mengaku bahwa ia memiliki keimamatan yang lebih tinggi daripada pendeta lainnya, bahkan dari jemaat sekalipun.
Ketiga, sekaligus point terpenting yang harus kita pahami di sini. Makna di balik perintah Ma’aser Rishon adalah KEADILAN. Suku Lewi, termasuk keturunan Harun, sama sekali tidak menerima tanah pusaka. Oleh sebab itu, sebagai gantinya, sangatlah wajar apabila mereka menerima persembahan persepuluhan dari orang Israel. Tujuannya adalah supaya SEMUA ORANG DAPAT MAKAN (secara adil). Adakah tujuan seperti ini telah tercapai di dalam gereja? Mengapa terjadi kesenjangan sosial di antara para pendeta, khususnya antara gembala sidang dengan seluruh full timer yang bekerja di sana?


MA’ASER SHENI
"Haruslah engkau benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi tahun. Di hadapan TUHAN, Allahmu, di tempat yang akan dipilih-Nya untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah engkau memakan persembahan persepuluhan dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, ataupun dari anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu, supaya engkau belajar untuk selalu takut akan TUHAN, Allahmu. Apabila, dalam hal engkau diberkati TUHAN, Allahmu, jalan itu terlalu jauh bagimu, sehingga engkau tidak dapat mengangkutnya, karena tempat yang akan dipilih TUHAN untuk menegakkan nama-Nya di sana terlalu jauh dari tempatmu, maka haruslah engkau menguangkannya dan membawa uang itu dalam bungkusan dan pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau membelanjakan uang itu untuk segala yang disukai hatimu, untuk lembu sapi atau kambing domba, untuk anggur atau minuman yang memabukkan, atau apapun yang diingini hatimu, dan haruslah engkau makan di sana di hadapan TUHAN, Allahmu dan bersukaria, engkau dan seisi rumahmu. Juga orang Lewi yang diam di dalam tempatmu janganlah kauabaikan, sebab ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau."
(Ulangan 14:22-27)

Sekali lagi kita diperhadapkan dengan kenyataan bahwa gereja tidak konsekuen di dalam menerapkan konsep persepuluhan yang Alkitabiah. Sampai dengan hari ini, tidak pernah sekalipun saya mendengar ada seorang pendeta yang mengajarkan bahwa di dalam Alkitab terdapat suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri oleh pembawanya bersama dengan seisi rumahnya. Saya tidak tahu apakah ada unsur kesengajaan di sini – maksudnya supaya jemaat tidak mempertanyakan soal ini – atau mereka memang lupa untuk memberitakannya? Atau bahkan yang paling parah mereka juga tidak sadar dengan keberadaan ayat ini?
Mungkin salah satu kekuatiran yang timbul dengan mengajarkan adanya suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri adalah kecenderungan manusia yang pada akhirnya tidak akan memberi sama sekali (dengan alasan persepuluhan untuk dimakan sendiri). Tetapi hal itu bukan urusan gereja, apalagi sampai menghakimi mereka yang tidak memberikan persepuluhan.
Adapun makna di balik persepuluhan kedua (Ma’aser Sheni) adalah KESETIAAN. Bangsa Israel diminta untuk membawa persepuluhan mereka ke Yerusalem (tempat yang kelak dipilih Allah), atau bila terlalu jauh, mereka harus menguangkan persepuluhan mereka dan membelanjakan uang tersebut di Yerusalem, sesuka hati mereka, dengan tujuan agar mereka makan di hadapan Tuhan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga mereka, yaitu setahun tiga kali yang dilaksanakan pada 3 hari raya utama orang Yahudi (Ulangan 16:1-17), khususnya hari raya pesta panen, atau yang lebih dikenal dengan nama hari raya tujuh minggu, yang di kemudian hari dirayakan oleh orang Kristen sebagai hari raya Pentakosta. Apa tujuannya? Tujuannya supaya mereka belajar untuk TAKUT AKAN TUHAN, Allah yang memberkati mereka (ay 23). Apa maksudnya? Maksudnya adalah, mudah sekali bagi bangsa Israel untuk jatuh ke dalam salah satu bentuk penyembahan berhala dengan cara menyembah salah satu dewa/dewi kesuburan di tanah Kanaan (mis: Asyera, Asytoret, Baal, dll). Dengan adanya hari raya pesta panen, yang diiringi Ma’aser Sheni, bangsa Israel senantiasa diingatkan kepada satu-satunya sumber berkat yang harus mereka sembah, yaitu YHWH, Allah Penguasa alam semesta. 
Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah: Adakah makna kesetiaan dan persekutuan keluarga seperti yang diajarkan oleh Ma’aser Sheni sudah menjadi bagian dari konsep persepuluhan di dalam gereja? Saya yakin jawabannya adalah “tidak”, dan di saat yang sama saya juga tidak terkejut apabila saudara baru pertama kali ini mendengar bahwa ada jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri pada saat hari raya.


MA’ASER ANI
"Pada akhir tiga tahun engkau harus mengeluarkan segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu dalam tahun itu dan menaruhnya di dalam kotamu (Sha’ar = pintu gerbang); maka orang Lewi, karena ia tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama engkau, dan orang asing, anak yatim dan janda yang di dalam tempatmu, akan datang makan dan menjadi kenyang, supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau di dalam segala usaha yang dikerjakan tanganmu."
(Ulangan 14:28-29)
Image result for alms for the poor
Kaum Miskin
Pernahkah saudara menemukan ayat-ayat di dalam Perjanjian Lama yang mengajarkan tentang adanya persembahan bagi orang-orang miskin atau yang lebih dikenal di gereja dengan istilah diakonia? Saya yakin jawabannya tidak, kenapa? Karena memang tidak ada persembahan seperti itu di dalam konteks PL kuno. Orang-orang miskin, yaitu janda-janda, anak-anak yatim, dan bahkan orang asing, pertama-tama mendapat bagian mereka dari hasil penuaian yang terbuang (umpamanya buah yang jatuh dari pohon, Im 19:10). Selanjutnya mereka mendapat bagian dari tepian ladang yang tidak boleh dituai oleh pemiliknya, kemudian ditambah dengan tuaian yang ketinggalan (Im 19:9), dan terakhir mereka mendapat bagian dari Ma’aser Ani yang dilakukan setiap tahun ketiga dan keenam dalam satu periode tahun sabat (7 tahun).
Jadi, berdasarkan keterangan ini, jelaslah bahwa salah satu fungsi dari persepuluhan di dalam PL adalah menyatakan BELAS KASIHAN, yaitu agar orang-orang miskin dan orang-orang asing tidak harus mati kelaparan, karena mereka tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan makanan, yaitu pintu gerbang kota (Sha’ar = Pintu Gerbang, KJV = Gates), dimana orang-orang lewi bertugas untuk mengatur pembagiannya dan turut menikmatinya. Bukankah seharusnya keadaan seperti ini merupakan prototipe atau gambaran dari keberadaan gereja? Orang-orang miskin yang kelaparan seharusnya pergi ke gereja dan mendapatkan makanan di sana. Bukankah ayat Maleakhi 3 sudah menjelaskan tentang tujuan persepuluhan, yaitu SUPAYA ADA PERSEDIAAN MAKANAN di rumah-Ku? Bagian ayat ini sering dikutip dalam khotbah dengan tujuan agar jemaat mau memberikan persepuluhan, tetapi sayangnya tujuan ayat ini tidak/jarang dipraktekkan dalam kenyataannya.
Dengan demikian sekarang saudara sudah dapat memahami konteks kecaman atau kutukan Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi yang rajin dan taat memberikan persepuluhan. Di dalam pandangan Tuhan, bukan sekedar memberi persepuluhannya yang penting, tetapi apa yang ada di dalam hati mereka (atau kehidupan mereka sehari-hari) ketika mereka memberikan persepuluhan tersebut. Percuma mereka memberikan persepuluhan tetapi di saat yang sama hati mereka tidak memiliki nilai keadilan, kesetiaan dan belas kasihan terhadap Tuhan dan sesama. Kebenaran ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh rasul Paulus di dalam 1 Korintus 13:3 yang berkata: "Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku."

Kemana semua persepuluhan itu dibawa?
Image result for bait allah
Bait Allah Herodes
Banyak pendeta menyatakan bahwa persepuluhan harus di bawa ke gereja karena gereja adalah perwujudan Bait Allah di dalam PB. Tetapi Maleakhi 3:10 menyatakan bahwa persepuluhan orang Israel harus dibawa ke rumah perbendaharaan (bukan ke bait Allah), dimana orang-orang Lewi bertugas untuk mengatur pembagian persepuluhan itu, agar setiap harinya terdapat persediaan makanan di bait Allah. Bayangkan seandainya semua orang dari seluruh pelosok negeri Israel membawa sepersepuluh dari panen mereka ke Bait Allah Salomo (P = 27 meter, L = 9 meter, T = 13,5 meter – 1 Raja 6:2), apakah kira-kira Bait Allah mampu menampungnya? Kalaupun cukup, lalu dimana para imam dapat melakukan ibadah korban bakaran setiap harinya? Tidak masuk di akal sama sekali.
Image result for temple of the holy ghost
Bait Roh Kudus
Selain itu, secara tegas Tuhan Yesus menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah di masa Pernjanjian Baru, karena bait Allah yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 2:19-21, 1 Kor 3:16-17), yang didirikan bukan melalui tangan manusia, melainkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Di dalam PL hanya ada satu bangunan yang disebut bait Allah (bayith = rumah atau tempat kediaman), yaitu Kemah Suci Musa yang kemudian diubah menjadi bangunan secara permanen oleh raja Salomo (disebut Bait Salomo atau Bait Allah Salomo), yang di kemudian hari diperbaiki oleh bupati Zerubabel setelah penghancuran bangsa Babel, dan yang terakhir dipugar dan dibangun kembali secara megah pada jaman raja Herodes. Sinagog-sinagog yang didirikan bangsa Israel tidak pernah disebut sebagai bait Allah, melainkan rumah ibadat. Demikian pula di dalam PB hanya ada satu bait Allah yang sejati, yaitu tubuh Kristus (orang-orang yang percaya kepada Kristus - 1 Kor 3:16), sedangkan gedung-gedung gereja yang didirikan adalah rumah ibadat, bukan bait Allah. Oleh sebab itu, dari mana kita mau mempertahankan ide bahwa kita harus membawa persepuluhan ke gereja sementara bait Allah yang dimaksud dalam PB adalah orang-orang percaya?
Kalau begitu kemana bangsa Israel membawa persepuluhan mereka? Tergantung jenis persepuluhannya. Pertama, mereka membawa Ma’aser Rishon ke kota-kota orang Lewi yang tersebar di seluruh penjuru negeri Israel (Bil 35:1-8, Yos 21:1-42). Kedua, mereka membawa Ma’aser Sheni ke kota Yerusalem untuk dimakan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga – beserta orang Lewi – di dalam perayaan-perayaan orang Yahudi, khususnya perayaan pesta panen (Ul 14:24-25). Ketiga, mereka membawa Ma’aser Ani ke pintu gerbang kota masing-masing supaya janda-janda, anak yatim dan orang asing dapat makan dan menjadi kenyang (Ul 14:28).

Konteks Maleakhi 3
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, Maleakhi 3, khususnya ayat 6-12, adalah ayat-ayat yang banyak dipergunakan para pendeta sebagai dasar untuk menyerukan persepuluhan. Tetapi hingga detik ini, jarang sekali ada pendeta yang mau menjelaskan sampai ke akar-akarnya bahwa konteks sejarah kitab Maleakhi adalah saat di mana bangsa Israel baru saja kembali dari masa pembuangan di Babel dan mereka masih saja hidup dengan cara yang sama sebagaimana nenek moyang mereka berdosa terhadap Allah (Maleakhi 1 s/d 4). Allah marah karena mereka membiarkan orang-orang Lewi lari ke ladang (bekerja) untuk penghidupan mereka (Neh 13:10-13). Dengan perkataan lain, mereka sudah menindas dan mengambil jatah yang seharusnya adalah milik orang Lewi, janda-janda, anak yatim, dan orang asing (Mal 3:4-5).
Bagaimana dengan kondisi gereja pada hari ini? Apabila gereja mau tetap mempertahankan konsep tentang persembahan persepuluhan (yang berasal dari Perjanjian Lama), maka ketentuan yang sama masih tetap berlaku bagi mereka. Persepuluhan adalah milik orang Lewi (Ma’aser Rishon), seluruh anggota keluarga (Ma’aser Sheni), serta janda-janda, anak yatim dan orang asing (Ma’aser Ani). Apabila uang hasil persepuluhan diambil para pendeta (imam-imam), khususnya gembala sidang, atau bahkan uang tersebut dipergunakan untuk membeli gedung gereja (beserta fasilitasnya) dan peralatan sound system, maka penyelewengan yang dilakukan gereja pada hari ini adalah penyelewengan yang sama yang telah dilakukan bangsa Israel pada masa nabi Maleakhi. Merekalah (pendeta) yang sesungguhnya pantas disebut sebagai penipu atau maling, kenapa? Pertama, mereka mengambil jatah yang sesungguhnya bukan milik mereka (maling). Kedua, mereka selalu menyerukan tentang persepuluhan dengan alasan agar tersedia makanan di rumah Tuhan, tetapi mereka malah mempergunakannya untuk kepentingan pribadi atau bahkan membeli properti gereja. Apa namanya kalau bukan penipuan?

Hati Allah di balik perintah persepuluhan
Sudah jelas kiranya mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam PL. Pertama, supaya terjadi KEADILAN diantara bangsa Isarel, yaitu: Sebelas suku Israel mendapat tanah pusaka, dan suku Lewi menerima sepersepuluh dari masing-masing suku tersebut. Kemudian orang Lewi memberikan sepersepuluh dari persepuluhan itu kepada imam-imam. Kedua, supaya bangsa Israel belajar SETIA kepada YHWH, Allah yang memberkati panen mereka. Ketiga, menyatakan BELAS KASIHAN kepada mereka yang kekurangan. Bukankah ketiga spirit ini yang dikemukakan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengutuk orang-orang Farisi yang taat memberikan persepuluhan (Mat 23:23)? Bukankah ketiga model persepuluhan ini sejalan dengan perintah yang terutama di dalam Perjanjian Lama yang berkata “Kasihilah TUHAN Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu” dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”?
Related image
       Hati Allah yang penuh kasih selalu tertuju kepada manusia, yaitu ciptaan-Nya yang serupa dan segambar dengan Diri-Nya. Sebagai Allah, tentunya Ia menghendaki agar semua orang dapat saling mengasihi. Tetapi sayang, dosa telah menghancurkan tabiat manusia sedemikian rupa sehingga Allah “terpaksa” memberikan perintah persepuluhan (juga perintah-perintah lainnya) agar manusia dipaksa belajar untuk saling memperhatikan dan saling mengasihi.


PERSEPULUHAN DALAM PERJANJIAN BARU
Prinsip dasar yang tidak pernah berubah di dalam menafsirkan Perjanjian Baru adalah: Perjanjian Lama sudah digenapi oleh Yesus Kristus (Mat 5:17) dan kita sebagai orang percaya turut menggenapinya bersama Kristus (Roma 3:31). Prinsip dasarnya tertulis di dalam Efesus 2:15 dan Ibrani 8:7-12 yang dikutip dari kitab Yeremia 31:31-34.
Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan, Allah memberikan sebuah perjanjian yang disampaikan melalui hamba-Nya, nabi Musa, yang dimeteraikan dengan darah anak lembu dan domba jantan (Ibrani 9:19-20, Kel 24:6-8), tetapi bangsa Israel tidak setia terhadap perjanjian itu. Namun demikian, Allah tetap setia terhadap perjanjian-Nya. Oleh sebab itu, Ia mengutus Anak-Nya di dalam daging untuk menggenapi seluruh kebenaran hukum Taurat.
Dengan tergenapinya perjanjian yang pertama melalui kehidupan dan pengorbanan Anak-Nya – prinsip kebenaran menurut Taurat adalah: Hukum Taurat harus dilakukan sepenuhnya tanpa kesalahan sedikitpun (Yak 2:10), dan Tidak ada pengampunan tanpa penumpahan darah (Ibr 9:22, Im 17:11), maka Allah telah melakukan bagian-Nya di dalam menggenapi perjanjian yang pertama. Bersamaan dengan itu, Ia mengadakan suatu perjanjian yang baru melalui Anak-Nya, Tuhan Yesus, yang dimeteraikan dengan darah-Nya sendiri.
Alkitab menyatakan – berdasarkan perjanjian yang kedua – bahwa Allah akan menaruh hukum-hukum-Nya, yaitu melalui Roh Kudus, di dalam hati dan akal budi setiap orang yang percaya kepada-Nya (Ibr 8:10, 2 Kor 3:1-11). Dengan demikian, perjanjian yang pertama dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, karena semua orang yang hidup di dalam Kristus adalah orang-orang yang terhisap ke dalam perjanjian yang baru (Ibr 8:13, Ef 2:15), yaitu orang-orang yang dianggap sudah menggenapi perjanjian yang lama bersama-sama dengan Kristus.

Apa perbedaan antara PL dan PB sehubungan dengan doktrin Persepuluhan?
Perjanjian Baru secara implisit (tersirat) menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah, tidak ada lagi kaum Lewi, dan tidak ada lagi pembagian kasta antara orang awam dengan imam-imam. Sebaliknya, Alkitab PB secara eksplisit (tersurat) menyatakan bahwa semua orang percaya adalah Bait Allah, yaitu tempat kediaman Roh Allah, dan semua orang percaya adalah imam-imam Perjanjian Baru (Wahyu 5:9-10, 1 Pet 2:9). Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan lagi adanya praktek persepuluhan – terutama Ma’aser Rishon – karena tidak ada lagi bangunan Bait Allah, dimana secara tidak langsung tidak dibutuhkan lagi adanya kaum Lewi dan imam-imam yang melayani di tempat itu.

Mengapa Allah meniadakan persepuluhan di dalam Perjanjian Baru?
Bukan meniadakan, melainkan mengubah konsepnya secara keseluruhan. Di dalam PL, 10% adalah milik Allah, tetapi di dalam PB, 100% uang kita adalah kepunyaan Allah, bahkan secara tegas dapat dikatakan bahwa keseluruhan hidup kita adalah milik Allah. Ketika kita percaya dan dibaptis, kita menyatakan diri bahwa manusia lama kita telah MATI bersama Kristus dan BANGKIT bersama Kristus. Adakah orang mati memiliki harta dan keinginan? Oleh sebab itu, tanggung jawab kita di dalam pemakaian berkat Allah (uang) jauh lebih berat ketimbang saudara-saudara kita di dalam PL. Apabila memberikan sepersepuluh saja dari berkat Tuhan sudah menjadi sumber konflik atau pertentangan di dalam hati orang percaya (ditandai ketidak-relaan), maka yang menjadi pertanyaannya ialah apakah kita orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan sesama? Jangan-jangan konflik atau pertentangan itu menunjukkan bahwa Tuan dalam hidup kita sesungguhnya adalah UANG (mamon) atau DIRI kita sendiri?

Doktrin persepuluhan sama sekali tidak relevan dengan Perjanjian Baru
Related imageMisalkan, Bpk. A memiliki penghasilan 3 juta rupiah per bulan. Maka persepuluhan yang harus Bpk. A berikan adalah 300 ribu rupiah dan sisanya 2,7 juta dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, wajar bukan? Tetapi bagaimana dengan Bpk. B yang memiliki penghasilan 100 juta rupiah per bulan? Coba kita hitung, 10 juta rupiah untuk persepuluhan dan 90 juta untuk kehidupan pribadi, wajarkah menurut saudara? Masih dapatkah kita berkata bahwa Bpk. B mengasihi Allah dan sesamanya? Sekarang bayangkan bagaimana nasib orang-orang kecil yang memiliki penghasilan kurang dari 1 juta rupiah per bulan, masihkan Injil dapat dikatakan sebagai kabar baik apabila mereka masih tetap harus menyisihkan 100 ribu untuk gereja? Saya kira jawabannya sama sekali TIDAK, karena tidak mungkin berita Injil mengoyakkan hati nurani manusia, sebab dasar dari PB adalah KASIH, bukan lagi PERINTAH.

Kembali kepada kehendak Allah yang semula
Sama halnya dengan konsep perceraian dimana pada mulanya Allah tidak mengijinkan perceraian, namun karena kedegilan hati manusia, Allah mengijinkan perceraian berdasarkan hukum Taurat, tetapi pada akhirnya Tuhan Yesus mengembalikan konsep tersebut kepada kehendak Allah yang semula, yaitu tidak boleh bercerai (Mat 19:3-9), maka demikian pula dengan konsep persembahan. Pada mulanya Allah menghendaki persembahan berdasarkan kasih – seperti persembahan Abraham dan Yakub – namun karena ketamakan hati manusia, Allah memerintahkan persembahan (termasuk persepuluhan) berdasarkan hukum Taurat, tetapi kini Tuhan Yesus telah mengembalikan konsep pemberian kepada hukum yang semula, yaitu hukum Kasih (kepada Tuhan dan sesama), dimana dalam hal persepuluhan dijabarkan dengan istilah: Keadilan, Belas Kasihan dan Kesetiaan, yang ditandai dengan adanya kerelaan hati dan sukacita (2 Kor 9:7).

Dimana letak kesalahan gereja?
Letak kesalahan gereja adalah ketika gereja, yang adalah organisme, berubah menjadi organisasi. Gereja adalah jemaat (Ekklesia), yaitu orang-orang yang dipanggil keluar untuk suatu pertemuan. Bukan suatu tempat, bukan suatu institusi, apalagi gedung pertemuan. Mungkin ada baiknya apabila kita mengganti kosa kata bahasa Indonesia “gereja” menjadi “jemaat” sehingga konotasi kita tidak salah sejak semula mendengarnya. Untuk lebih jelasnya silahkan saudara membaca artikel tentang "Makna Gereja" yang terdapat di halaman ini: https://beritahidupbaru.blogspot.com/2019/03/makna-gereja.html


Image result for organisasi

        Ketika gereja berubah menjadi suatu institusi atau tempat ibadah, maka secara tidak sadar kita telah kembali kepada pola Perjanjian Lama dengan Bait Allah dan struktur organisasinya. Kita kembali kepada pola “Imam dan Awam” dengan mentahbiskan pendeta-pendeta atau pastur-pastur yang secara tidak langsung membuat sebuah kasta baru di dalam Perjanjian Baru dimana orang-orang awam tidak boleh membaptis, mengucapkan berkat, atau melakukan tugas-tugas keimamatan lainnya, padahal Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang percaya adalah imam-imam Perjanjian Baru.
Dengan berdirinya "bait Allah – bait Allah" yang baru (baca: gereja), maka secara otomatis diperlukan pula orang-orang yang bertugas sebagai imam. Tentu saja hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan penghidupan dari imam-imam yang bekerja secara full time di gereja tersebut. Maka tidak perlu heran apabila jalan keluarnya adalah persepuluhan sebagaimana gereja kembali ke pola institusi dan keimamatan, yaitu pola Perjanjian Lama.

Kapan gereja kembali kepada pola persepuluhan?
Ada sebuah sumber yang menyebutkan bahwa Cyprian pada abad ke-3 mulai memperkenalkan konsep persepuluhan untuk menyokong kehidupan para penginjil, tetapi konsep ini sama sekali tidak populer karena gereja pada waktu itu masih berbentuk gereja rumah. Namun perubahan besar terjadi ketika kaisar Konstantin bertobat pada abad ke-4 dan segera gelombang kristenisasi melanda seluruh eropa. Hasilnya, gedung-gedung gereja mulai didirikan. Imam-imam diangkat dan ditahbiskan. Dan akhirnya, lahirlah institusi gereja, yang kemudian menjelaskan asal-muasalnya gaji kependetaan, yaitu diambil dari persembahan-persembahan jemaat, termasuk persepuluhan. Baru pada akhir tahun 800-an, persembahan persepuluhan menjadi semacam kewajiban yang harus dibayarkan oleh jemaat.
Benarkah sumber sejarah di atas? Saya sendiri tidak yakin 100% akan kebenarannya. Namun ada satu hal yang jauh lebih penting ketimbang menelusuri sejarah tentang persepuluhan, yaitu memahami perkataan rasul Paulus sehubungan dengan sumber penghidupan bagi para pendeta: “Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.” (2 Kor 2:17).

Salahkah menerima persembahan (termasuk “persepuluhan”) dari jemaat?
Image result for terima uang
Tentu saja tidak, sebab rasul Paulus yang menyerukan agar kita semua tidak mencari keuntungan dari firman Allah, adalah orang yang sama yang menyebutkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.” (1 Kor 9:13-14).
Kesalahannya bukan terletak pada boleh atau tidaknya hidup dari pelayanan, yaitu menerima persembahan dari jemaat (sering disebut PK), melainkan pada “kewajiban memberi persembahan” (apalagi bila disertai dengan ancaman kutuk atau neraka), yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup para full timernya. Jangan lupa bahwa rasul Paulus, walaupun berhak menerima persembahan dari jemaat – berdasarkan prinsip 1 Kor 9:11 – tidak mengambil persembahan tersebut, melainkan memberikan teladan bagi hamba-hamba Tuhan lainnya dengan cara bekerja membuat tenda (Kis 18:3). Namun demikian, ada pula saatnya dimana rasul Paulus menerima persembahan dari jemaat sebagai bekalnya untuk memberitakan Injil (Fil 4:15-18). Jadi, dengan perkataan lain, bukan soal menerima persembahan yang salah, melainkan kuk memberi persembahan yang kita taruh kepada jemaat yang salah (saya katakan ini sebagai sesama pendeta).


KESIMPULAN
Memberi dengan sukacita dan kerelaan hati adalah salah satu tanda dari kedewasaan rohani, yaitu bukti adanya buah roh Kasih. Tentunya pemberian ini harus diukur berdasarkan motivasi di balik pemberiannya, bukan hanya sekedar adanya perasaan sukacita dan kerelaan hati. Motivasi yang paling benar adalah kasih kepada Allah, yaitu kesadaran bahwa Allah telah terlebih dahulu menyatakan kasihnya kepada kita. Tidak ada motivasi lain yang lebih tinggi nilainya daripada kasih. Rasul Paulus pernah menekankan bahwa dari ketiga hal ini, yaitu: iman, pengharapan dan kasih, yang terbesar diantaranya ialah kasih (1 Kor 9:13). Kebenaran ini sejalan dengan pengajaran Tuhan Yesus perihal hukum yang terutama: Kasihilah Tuhan Allahmu dan Kasihilah sesamamu manusia.
Standar inilah yang kemudian harus kita terapkan di dalam pelayanan kita (tertuju untuk para pendeta termasuk saya sendiri) yaitu bagaimana kita menyatakan kasih Allah kepada jemaat. Tujuannya tidak lain supaya mereka mengenal kasih Allah yang sesungguhnya, dan sebagai bonusnya (bukan tujuan utama) kita akan mendapatkan kasih dari mereka, khususnya dalam hal persembahan apabila nyata bahwa kehidupan kita memang bergantung dari pelayanan.
Jadi, apabila saudara bertanya kepada saya, bagaimana caranya agar para pendeta dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, maka saya akan menjawab saudara: “Dewasakanlah kerohanian jemaat, sebab ketika mereka menjadi dewasa secara rohani, maka secara otomatis mereka akan memberi (sesuai dengan kebutuhan pendetanya). Bukan untuk menjadikan pendeta mereka kaya raya (yang pada akhirnya telah melenceng dari tujuannya yang semula), melainkan agar prinsip Keadilan, Kesetiaan dan Belas Kasihan dapat dinyatakan diantara tubuh Kristus”, amin.

0 Response to "PERSEPULUHAN YANG ALKITABIAH"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel