Kembali ke Alkitab yang sebenar-benarnya (Truly back to the Bible)

MAKNA PELAYANAN

APAKAH PELAYANAN HARUS DI GEREJA?

Quote 1 = “Dasar pelayanan kita adalah kasih Allah melalui pengorbanan Anak-Nya

Quote 2 = “Motivasi pelayanan yang benar akan menghasilkan kepuasan batin bagi pelakunya bukan keterpaksaan, kejenuhan apalagi tekanan batin

Quote 3 = “Dalam pelayanan, fungsi harus mendahului jabatan, bukan jabatan yang menentukan fungsi

Quote 4 = “Tujuan sebuah pelayanan adalah orang lain merasakan kasih



Image result for washing feet

Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing,  dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.  Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.  Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.  Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.
(Matius 25:31-46)


PENDAHULUAN
              Kalau kita melihat kepada latar belakang dari ayat-ayat yang sudah kita baca, maka kita akan menemukan bahwa ayat-ayat ini adalah ayat-ayat penutup dari khotbat Tuhan Yesus mengenai akhir jaman. Adapun khotbah tersebut dimulai dari pasal 24 yang menubuatkan tentang “Bait Allah akan diruntuhkan” sampai kepada pasal 25 yang diakhiri dengan peringatan mengenai “Penghakiman Terakhir.” Diantaranya kita akan menemukan pengajaran Tuhan Yesus mengenai “Permulaan Penderitaan”, “Siksaan yang Berat dan Mesias-mesias Palsu”, “Kedatangan Anak Manusia, Perumpamaan tentang Pohon Ara”, “Nasehat untuk Berjaga-jaga”, “Perumpamaan tentang Hamba yang Setia dan yang Jahat”, “Gadis-gadis yang Bijaksana dan Gadis-gadis yang Bodoh”, dan terakhir “Perumpamaan tentang Talenta.”
Menarik untuk diperhatikan bahwa sebelum Tuhan Yesus menutup khotbahnya dengan pengajaran tentang penghakiman terakhir, Ia memberikan tiga buah perumpamaan yang mengawali proses penghakiman itu. Ketiga perumpamaan yang dimaksud adalah perumpamaan tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat, perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh, dan yang terakhir perumpamaan tentang talenta.
Apa maksud dari ketiga perumpamaan tersebut? Apabila dikembangkan lebih lanjut, maka tentu saja masing-masing dari ketiga perumpamaan ini akan menjadi tiga buah khotbah yang tidak kalah panjangnya dari khotbah tentang makna pelayanan ini. Oleh sebab itu, saya hanya akan menyampaikan intisarinya saja:
Image result for faithful servant
     1.  Perumpamaan tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat Ini berbicara tentang kesetiaan di dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada kita (ayat 46). Artinya, kepada kita masing-masing telah diberikan sebuah tugas yang harus kita kerjakan dengan setia sampai pada saat kedatangan Tuan kita. Point utama yang saya mau sampaikan adalah apakah kita sudah menemukan tugas dan panggilan kita masing-masing? Kesetiaan seperti apa yang dapat kita berikan sementara tugas yang harus kita kerjakan belum kita ketahui dengan pasti? Jadi intisari dari perumpamaan ini adalah: Hendaklah kita mencari tahu tugas dan panggilan kita masing-masing dan kemudian lakukanlah tugas itu dengan setia.
Image result for 5 gadis bijaksana
2. Perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh à Ada banyak penafsiran dan ada banyak khotbah yang pernah saya dengar berdasarkan perumpamaan ini. Tetapi inti dari semuanya selalu berbicara tentang minyak. Apa itu minyak? Sepanjang penelusuran Alkitab yang saya lakukan, saya mendapati bahwa minyak selalu berbicara tentang pengurapan dan pengurapan selalu berbicara tentang kemampuan yang Allah berikan. Artinya, perumpamaan ini mengajarkan kepada kita: Apabila kita ingin menyelesaikan semua tugas yang dipercayakan kepada kita (termasuk tugas pelayanan) sampai pada akhirnya, yaitu kedatangan Sang Mempelai, maka kita harus memiliki pengurapan. Darimana datangnya pengurapan? Urapan datangnya hanya dari Allah, maka mendekatlah kepada Allah. Jadi intisari dari perumpamaan ini adalah: Dekatkanlah diri kita kepada Allah supaya pengurapan yang dari Allah memampukan kita untuk menyelesaikan segala sesuatu sampai pada akhirnya, termasuk tugas pelayanan kita.
Image result for talent  3. Perumpamaan tentang talenta à Ini berbicara tentang segala hal yang Allah percayakan kepada kita, terutama dalam hal keuangan. Untuk apa? Untuk melaksanakan tugas. Apabila seorang direktur memberikan suatu perintah kepada salah seorang managernya untuk melaksanakan tugas ke luar kota, maka sekurang-kurangnya ia akan memberikan tiket perjalanan, sarana akomodasi dan segala keperluan lainnya yang dibutuhkan agar tugas yang dipercayakan dapat terlaksana dengan baik. Demikian pula dengan Allah kita. Apabila Ia memberikan sebuah tugas, maka Ia akan memberikan segala perlengkapan yang kita butuhkan agar kita dapat melaksanakan tugas tersebut. Perlengkapan yang dimaksud adalah talenta yang Allah berikan. Tugas kita adalah menemukan perlengkapan (talenta) itu dan mempergunakannya sesuai dengan kapasitas yang Allah berikan. Jadi, intisari dari perumpamaan ini adalah: Temukanlah talenta yang Allah berikan dan pergunakanlah untuk melaksanakan tugas yang telah Allah percayakan kepada kita.

Apabila kita membaca ketiga perumpamaan tersebut dengan seksama, maka kita akan menemukan bahwa perumpamaan-perumpamaan itu diakhiri dengan ancaman yang tidak main-main: Dilemparkan ke tempat di mana terdapat ratapan dan kertakan gigi atau tidak diperkenankan masuk ke ruang perjamuan kawin. Terlepas dari perdebatan (doktrin) apakah keselamatan bisa hilang atau tidak, yang pasti ancaman ini mengindetifikasikan adanya keseriusan dari pihak Allah bagi mereka yang tidak melakukan tugas pelayanan. Apakah gereja sudah mengajarkan kebenaran ini se-serius peringatan yang Allah berikan?
Apabila kita sudah sampai kepada pengertian yang saya maksud di atas, maka pertanyaan lanjutannya adalah: Apakah yang harus kita lakukan sekarang? Apakah kita harus menjadi Pendeta? Penginjil? Penatua? Majelis? Pemain musik? Pemimpin pujian? Penyanyi? Usher? Kolektan? Atau sederet pelayanan gerejawi lainnya? Inilah yang saya sebut sebagai kesalahan orang Kristen yang kedua, yaitu kesalahan di dalam memaknai pelayanan. Berapa banyak anggota jemaat yang merasa tertuduh karena mereka merasa dirinya tidak berguna bagi Kerajaan Allah hanya karena mereka tidak melayani di gereja? Hey… ijinkan saya memberitahukan kepada saudara bahwa pelayanan yang dimaksud di dalam Alkitab tidak pernah dibatasi oleh apa yang namanya tembok gereja. Pelayanan-pelayanan gerejawi yang saya sebutkan diatas hanyalah sebagian kecil (benar-benar kecil) dari jumlah pelayanan yang sesungguhnya. Alkitab berkata bahwa barangsiapa memberikan secangkir air sejuk saja, ia tidak akan kehilangan upahnya. Ini sudah termasuk pelayanan (lho, bagaimana bisa…?).
Sekali lagi paradigma kita tentang pelayanan sudah salah sejak dari mulanya. Untuk itu, marilah kita kembali kepada teks Alkitab kita yaitu Matius 25:31-46 dan mempelajari beberapa kebenaran penting mengenai pelayanan.


DASAR PELAYANAN
Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku 
(Mat 25:40)

Pada ayat ke-40, kita dapat menemukan sebuah kalimat menarik yang diucapkan sang Raja yang menjadi hakim pada hari pengadilan terakhir: “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Dari perkataan sang Raja ini, saya mendapatkan dua kebenaran yang indah.
Pertama, di sini dikatakan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain, itu sama artinya dengan kita melakukannya untuk Tuhan. Apalagi artinya hal ini selain pelayanan. Bukankah segala sesuatu yang kita lakukan untuk Tuhan dapat kita sebut sebagai pelayanan? Jadi pelayanan yang sesungguhnya tidaklah seperti apa yang kita bayangkan selama ini yaitu pelayanan yang terbatas di dalam tembok gereja, melainkan segala sesuatu yang kita lakukan untuk orang lain, termasuk pelayanan gerejawi tentunya.
Kedua, Yesus dengan sengaja mempergunakan istilah “orang hina” untuk menunjukkan bagaimana seharusnya dasar dari sebuah pelayanan yang dianggap berarti. Bahasa Yunani yang dipakai di sini adalah “Elachistos” yang menurut kamus bahasa Yunani-Inggris adalah “Smallest Least, in rank, in amount, in importance, in authorithy, in rank” yang artinya menunjuk kepada orang yang tidak memiliki apa-apa, baik dalam hal pendidikan, ekonomi, martabat, kedudukan, dan status sosial. Intinya mereka adalah orang-orang yang terbuang dan tidak dianggap kehadirannya di dunia ini. Jadi, secara tidak langsung Yesus sedang mengajarkan kepada kita bahwa dasar dari sebuah pelayanan seharusnya adalah KASIH! Apabila kita rela memberikan waktu, perhatian, pertolongan, bantuan, atau bentuk apapun yang merupakan pernyataan kasih kita kepada mereka yang dianggap hina di dunia, maka apalagi dasar yang mendorong kita untuk melakukannya, selain daripada kasih?
Pertanyaannya sekarang adalah kasih yang seperti apa yang seharusnya menjadi dasar pelayanan kita? Untuk itu, saya akan mengajak saudara berpikir dan menjawab satu pertanyaan menarik berikut ini: Mengapa Allah mengijinkan manusia jatuh ke dalam dosa? Sebagian besar orang Kristen akan menjawab “karena kehendak bebas manusia yang memilih untuk tidak taat kepada Allah”. Jawaban ini tidak salah, namun baru separuh benar. Jawaban ini masih bisa disanggah dengan pertanyaan yang lain, “bukankah Allah di dalam kemaha-tahuan-Nya sudah mengetahui bahwa manusia dengan kehendak bebasnya akan memilih untuk tidak taat?” Oleh sebab itu, dibutuhkan jawaban yang kedua untuk melengkapi jawaban yang pertama. Tolong berikan pendapat saudara mengenai dua pilihan berikut ini: Manakah kondisi yang lebih buruk menurut pendapat saudara? A. Manusia jatuh ke dalam dosa, atau B. Manusia tidak pernah mengenal apa yang namanya kasih?

Image result for gods love



Jika jawaban saudara adalah point B, maka jawaban itulah yang saya maksudkan sebagai jawaban kedua dari pertanyaan di atas. Ijinkan saya menjelaskannya. Apabila manusia tidak pernah jatuh ke dalam dosa, maka untuk selamanya manusia tidak akan pernah mengenal apa yang namanya kasih (sebab selamanya mereka hidup dalam kasih). Itulah alasan utama mengapa Allah menginjinkan manusia jatuh ke dalam dosa, yaitu supaya suatu hari nanti, Allah dapat menyatakan kasih-Nya melalui pengorbanan Anak-Nya (Yoh 3:16), sehingga manusia dapat mengenal apa itu kasih. Akan tetapi, Allah tidak dapat dipersalahkan atas kejatuhan manusia, sebab biar-bagaimanapun juga, kehendak bebas manusia-lah yang memilih untuk tidak taat.

Jadi inilah KASIH itu, yaitu bahwa Allah telah mengasihi kita. Dia rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa kita. Dan setelah Ia menyatakan kasih-Nya, Ia memberikan sebuah perintah baru yang jarang disadari banyak orang Kristen. Perintah baru itu berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
Menurut pernyataan Tuhan Yesus, inti dari Perjanjian Lama dapat dirangkum dalam dua hukum ini: 1. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu, dan 2. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mrk 12:30-31). Namun, setelah Allah menyatakan kasih-Nya melalui pengorbanan Anak-Nya, rupanya standar dari hukum yang kedua telah ditingkatkan. Hukum yang semula berkata “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” telah digantikan dengan hukum yang berkata “sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yohanes 13:34). Standar yang diminta Allah bukan lagi standar manusia, melainkan standarnya Allah.
Bagaimana mungkin kita dapat melakukannya? Bahkan ketika standarnya belum dinaikkan sekalipun, kita tidak dapat melakukannya, apalagi sekarang setelah standarnya ditingkatkan? Jawabannya: Tidak dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan kasih yang sudah Allah nyatakan di dalam diri kita (yaitu Kristus yang tinggal di dalam kita), kita pasti mampu melakukannya. Sesungguhnya, inilah dasar dari pelayanan kita yaitu: KASIH ALLAH. Kita mengasihi orang lain bukan supaya kita diselamatkan, juga bukan supaya kita dikasihi Allah, melainkan sebagai ungkapan rasa syukur kita atas kasih yang Allah sudah nyatakan kepada kita. Oleh sebab itu, dalam bentuk bagaimana lagi kita dapat mengasihi Allah selain daripada menyatakan ekspresi kasih kita kepada orang lain? Bukankah pernyataan ini selaras dengan perkataan Sang Raja, Hakim Agung kita di pengadilan terakhir, “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”


MOTIVASI PELAYANAN
Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?
(Mat 25:37-39)

Di balik setiap bentuk pelayanan yang pernah kita lakukan, tentunya ada berbagai macam motivasi yang menyertai pelayanan tersebut. Motivasi-motivasi ini adalah penggerak dari sebuah kegiatan pelayanan. Alkitab berkata bahwa Allah selalu melihat ke dalam hati (motivasi). Maka, sesuai dengan pernyataan Alkitab tersebut, tidaklah salah apabila saya berkata bahwa “seberapa besar nilai pelayanan kita di mata Tuhan, semuanya tergantung kepada motivasi yang terdapat di dalam hati kita”.
Ada banyak motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan pelayanan, namun setidaknya saya melihat ada 5 motivasi yang paling utama:
Pertama, TERPAKSA. Biasanya motivasi ini disebabkan karena adanya tekanan dari pihak luar. Misalnya, paksaan dari suami/istri, perintah dari gembala sidang, atau bisa juga karena takut dinilai buruk oleh sesama anggota gereja. Motivasi seperti ini tidak mustahil akan menghasilkan suatu kejenuhan yang berakhir pada kekecewaan. Motivasi yang benar akan menghasilkan kepuasan di dalam pelayanan, bukan tekanan. Apabila seorang melayani dengan kuk yang tidak seharusnya ia pikul, maka beban yang ditanggungnya akan terasa berkali-kali lipat beratnya. Itulah sebabnya diperlukan adanya kesadaran dari pihak gereja bahwa kondisi yang benar adalah gereja memberdayakan jemaat (sesuai dengan panggilan dan karunia mereka), bukan memperdayakan mereka untuk kepentingan gereja.
Kedua, TANGGUNG JAWAB. Biasanya motivasi ini disebabkan karena tuntutan jabatan. Sebuah kesalahan dari tradisi Kristen yang diturunkan dari generasi ke generasi telah menyebabkan motivasi ini menjadi motivasi yang paling umum bagi sebagian besar pelayan Kristen. Apabila kita membaca Alkitab dengan lebih seksama, maka kita akan menemukan kebenaran bahwa fungsi senantiasa mendahului jabatan. Mungkin saja jabatan yang dimaksud sudah dinubuatkan jauh sebelumnya, namun penetapan akan jabatan yang dimaksud tetap saja dilakukan setelah orang yang bersangkutan melakukan fungsi dari jabatan itu. Contoh, rasul Paulus pernah dinubuatkan bahwa ia akan menjadi rasul bagi bangsa-bangsa lain ketika ia sedang di dalam perjalanan menuju kota Damsyik (Kisah 9:15-16). Akan tetapi, penetapan jabatan rasul bagi Paulus baru terjadi pada saat sidang jemaat di Antiokhia (Kisah 13:1-3, Gal 2:7-10). Jauh sebelum peristiwa pengutusan itu, Paulus bersama-sama dengan Barnabas sudah menjalankan fungsi kerasulannya kepada bangsa-bangsa lain.
Contoh Alkitab lainnya adalah penetapan para penatua. Rasul Paulus memberikan tugas kepada Timotius untuk menetapkan beberapa penatua. Bagaimana caranya Timotius melakukan tugas tersebut? Saya yakin Timotius menetapkan para penatua dengan cara memilih beberapa orang dari antara mereka yang secara tidak langsung sudah “dituakan” oleh jemaat. Artinya, mereka memang sudah berfungsi sebagai penatua sebelum mereka ditetapkan menjadi penatua.
Pertanyaannya sekarang, mengapa Paulus dan para penatua dapat melakukan fungsi mereka jauh sebelum mereka menduduki jabatan rasul dan penatua? Jawabannya karena karunia mendahului jabatan. Karunia rasul yang ada pada diri Paulus memampukan dia untuk melakukan fungsi kerasulan, jauh sebelum ia ditetapkan sebagai rasul bagi bangsa-bangsa lain. Demikian pula dengan para penatua, mereka telah memiliki karunia gembala yang memampukan mereka melaksanakan tugas kepenatuaan mereka jauh sebelum mereka ditetapkan menjadi penatua. Bahkan sekiranya Paulus atau para penatua tidak pernah ditahbiskan menjadi rasul atau penatua, maka hal itu tidak menjadi masalah sama sekali bagi Kerajaan Allah, sebab di mata Tuhan mereka tetaplah rasul dan penatua.
Kenyataannya, konsep seperti ini sudah tidak diberlakukan lagi di dalam gereja. Ibadah yang semula dilakukan di rumah-rumah (walaupun mereka tetap berkumpul di Bait Allah untuk mendengar pengajaran), sekarang dilakukan secara terpusat pada ibadah raya. Pelayanan yang dahulu dilakukan kaum awam, sekarang dilakukan imam-imam (Pastor, Pendeta, dan golongan imam lainnya yang membutuhkan upacara pentahbisan). Dan yang terakhir, fungsi pelayanan yang dahulu disesuaikan dengan karunianya masing-masing, sekarang digantikan oleh jabatan-jabatan gerejawi, seperti ketua bidang penginjilan, ketua bidang pemuridan, dll.
Kembali ke masalah motivasi. Ketika jabatan yang diberikan tidak sesuai dengan karunia yang dimiliki, maka sebagai konsekuensinya, pelayanan bukan lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan, melainkan menjadi tanggung jawab. Bila kondisi semacam ini sampai terjadi, maka tidaklah mengherankan apabila pelayan-pelayan Kristen tidak menjadi tajam di dalam pelayanan. Sungguh sebuah kenyataan yang memprihatinkan!
Ketiga, KEPENTINGAN DIRI SENDIRI. Sadar atau tidak sadar, motivasi ini adalah motivasi yang paling populer. Mau bukti? Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jujur: Seberapa banyak dari antara saudara yang mau melakukan pelayanan yang tidak diketahui orang lain? Masih maukah saudara menjadi singer apabila para penyanyi ditempatkan di balik panggung yang tidak kelihatan? Bukti lain bahwa motivasi ini adalah motivasi yang paling populer adalah kenyataan bahwa kita selalu berdoa kepada Tuhan untuk menjaga hati kita agar kita tidak menjadi tinggi hati di dalam pelayanan. Bukankah doa seperti ini menunjukkan siapa kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan, yaitu bahwa kita senang dipandang sebagai orang yang melayani Tuhan. Kita bisa saja menipu orang lain dengan doa-doa yang berkata “Sembunyikan kami di balik salib-Mu”, atau “Biarlah semua kemuliaan hanya bagi Tuhan”, bahkan kita berdoa “Jangan biarkan kami mencuri kemuliaan-Mu.” Tetapi, doa semacam itu hanya berhasil bagi manusia, tidak bagi Allah.
Salah satu bentuk yang paling menipu dari motivasi kepentingan diri sendiri adalah perasaan nyaman bahwa “saya sudah melayani.” Saya pernah mendengar kesaksian dari seorang pemudi yang mengundurkan diri dari pelayanan membagi-bagikan makanan kepada kaum pemulung. Adapun alasan mengapa pemudi itu mengundurkan diri dari pelayanannya adalah karena ia pernah mendengar keluhan dari seorang pemulung yang berkata, “Kami juga manusia yang punya hati, kalau kalian merasa jijik kepada kami, lebih baik tidak usah memberikan makanan.” Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ada banyak pemudi, yang sebetulnya merasa jijik kepada para pemulung, masih tetap saja melakukan pelayanan seperti itu? Jawabannya, mereka sudah terinfeksi SINDROM PELAYANAN, yaitu sindrom “saya sudah melayani lho…!” Sindrom ini khususnya berlaku untuk pelayanan gerejawi. Contoh, berapa banyak guru sekolah minggu yang sebetulnya tidak memiliki hati untuk anak-anak? Hanya karena mereka tidak tahu lagi harus melayani di bidang apa, mereka dengan “terpaksa” melayani anak-anak sekolah minggu. Motivasi apa yang mendorong mereka untuk tetap melayani di sekolah minggu? Sederhana, kepentingan diri sendiri, yaitu menentramkan hati mereka bahwa mereka sudah melayani! Seandainya saja mereka mau “melihat” jauh ke dalam hati, mereka akan menemukan bahwa sesungguhnya motivasi yang mendorong mereka untuk tetap bertahan di pelayanan sekolah minggu adalah “saya ingin menentramkan hati saya dengan kenyataan bahwa saya sudah melayani.” Ini adalah sebuah motivasi yang keliru, yaitu motivasi untuk memuaskan kepentingan diri sendiri yang kemudian dibungkus rapi dengan alasan: “kalau bukan kami, siapa lagi yang mau melayani di sekolah minggu?”
Keempat, TAAT PADA FIRMAN. Alkitab memberikan perintah agar kita saling melayani dan tugas kita sebagai umat Tuhan adalah taat kepada perintah. Oleh sebab itu, melayani dengan motivasi ketaatan pada Firman adalah sebuah motivasi yang baik. Persoalannya adalah seringkali kita tertipu dengan motivasi yang tersembunyi di balik keinginan kita untuk taat kepada Firman. Maksudnya, di balik motivasi ketaatan kita kepada Firman, tersembunyi alasan lain yang mendorong kita sehingga kita mau taat kepada Firman (motivasi di balik motivasi). Misalnya, takut usahanya tidak diberkati, atau takut kasih Allah berkurang, atau bahkan takut pada hukuman Tuhan (apabila tidak taat). Dari sini kita bisa melihat bahwa tidak semua motivasi taat pada Firman bermula dari motivasi yang murni di hadapan Tuhan. Di balik ketaatan kita ternyata ada motivasi untuk kepentingan diri sendiri. Harus diakui ada beberapa orang Kristen yang dengan tulus ingin menyenangkan hati Tuhan melalui ketaatan mereka, tetapi harus diakui pula bahwa jumlahnya relatif sedikit.
Image result for love another
Kelima, KASIH KEPADA SESAMA. Kita kembali kepada teks Alkitab, khususnya ayat ke-37 sampai 39. Dengan sengaja saya mempertebal kata “bilamana” dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada saudara bahwa perumpamaan di atas menunjukkan bahwa mereka yang memberikan makanan, minuman, pakaian, tumpangan, dan juga waktu untuk berkunjung, telah melakukan semua kebaikan tersebut dengan motivasi yang terbaik, yaitu kasih kepada sesama. Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan ternyata diperhitungkan sebagai suatu pelayanan bagi Tuhan. Jelas bahwa mereka tidak bermaksud untuk “membalas jasa” kepada Tuhan. Mereka melakukannya hanya karena mereka merasa kasihan kepada orang-orang yang dipandang hina, itu saja. Dan itu adalah motivasi yang terbaik!
Mungkin, beberapa orang berpikir di dalam hatinya, dengan tidak mengetahui kebenaran ini – yang menyatakan bahwa apa yang kita lakukan untuk orang lain sama halnya dengan kita melakukannya untuk Tuhan – dapat menolong kita untuk memiliki motivasi yang benar di dalam pelayanan. Tetapi, pendapat seperti ini hanyalah sebuah alasan, sebab apabila kita membaca kitab Injil dan memperhatikan dengan seksama bagaimana Tuhan Yesus melayani, maka kita akan menemukan perkataan “tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.” Apakah Tuhan Yesus tidak memahami kebenaran ini? Mustahil! Pasti Tuhan Yesus mengetahuinya, bukankah Ia sendiri yang memberikan perumpamaan yang sedang kita bahas sekarang? Jadi, bilamana Yesus, yang adalah Guru Agung kita, telah memberikan teladan dan perintah-Nya, maka satu hal yang dapat kita yakini bahwa teladan dan perintah itu dapat pula kita lakukan. Artinya, kita bisa memiliki motivasi yang sama dengan Tuhan Yesus yang selalu “tergerak oleh belas kasihan”, persoalannya tinggal bagaimana proses kedewasaan kita di dalam memahami dan mengalami kebenaran ini.



TUJUAN PELAYANAN
Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku
(Mat 25:35-36)

Marilah kita memperhatikan kata-kata yang dipertebal dan digaris-bawahi (sambil merenungkannya). Yang lapar menerima makanan, yang haus diberi minum, yang telanjang mendapat pakaian, yang sakit dibesuk, yang dalam penjara dikunjungi, dst. Dari kenyataan ini kita dapat mengambil sebuah kesimpulan sederhana tapi sangat penting nilainya yaitu tujuan sebuah pelayanan adalah orang lain merasakan kasih.
Dengan pengertian seperti ini, maka aplikasi dari sebuah pelayanan wujudnya bisa bermacam-macam. Marilah kita mulai dengan pelayanan di gereja. Contoh: seorang pemain musik. Bernyanyi dengan diiringi musik tentunya lebih merdu dan enak didengar ketimbang tanpa musik. Sadar atau tidak sadar, sebenarnya kita telah menerima kasih dari para pemain musik. Berapa banyak waktu yang telah mereka habiskan di dalam latihan dan persiapan? Contoh lainnya adalah pengkhotbah. Berapa banyak persiapan yang harus mereka lakukan sebelum akhirnya mereka siap naik ke atas mimbar? Sebut saja mulai dari persiapan materi, doa, mungkin juga ditambah puasa, sampai kepada persiapan hati dan pikiran. Kita yang mendengarkan tinggal duduk diam dan menerima firman siap saji yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari oleh para pengkhotbah. Bukankah kita telah menerima kasih dari para pengkhotbah?
Sekarang, mari kita melangkah lebih jauh. Dengan pengertian bahwa tujuan dari sebuah pelayanan adalah agar orang lain dapat merasakan kasih, maka tidaklah salah untuk menyebutkan bahwa memandikan seorang anak adalah salah satu wujud dari pelayanan. Selama ini, kita diberitahukan bahwa yang namanya pelayanan, kalau tidak di gereja, tentunya sesuatu yang bersifat rohani, seperti: penginjilan, memberikan makanan, membagikan baju bekas, kunjungan ke panti asuhan/jompo/penjara, dll. Tetapi saya jarang menemukan pengajaran yang berkata bahwa memandikan seorang anak adalah sebuah pelayanan. Kenyataannya sebagian besar orang Kristen menganggap hal itu sebagai suatu kewajiban. Apakah saudara pernah berpikir bahwa di Sorga nanti tidak ada yang namanya hubungan antara suami, istri dan anak-anak. Alkitab berkata bahwa pada hari kebangkitan, kita akan hidup seperti malaikat di Sorga (Mat22:30). Selama kita hidup di dunia, mereka adalah keluarga kita, tetapi di Sorga nanti, mereka bukan siapa-siapa kita lagi. Mereka adalah orang lain! 
Menurut pendapat saya, seorang wanita yang bekerja – karena sebuah pilihan, bukan karena keadaan – ia telah kehilangan banyak sekali kesempatan untuk melayani. Ada banyak wanita yang bekerja karena kesulitan ekonomi. Katakan saja suaminya menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan lagi bagi dirinya untuk bekerja, maka apa yang dilakukan oleh istri-istri mereka yang bekerja bisa dikatakan sebagai suatu pelayanan. Tetapi faktanya, sekarang ini lebih banyak wanita yang bekerja karena mereka ingin mengejar karir, atau mendapatkan pengakuan dari dunia, atau sekedar mendapatkan penghasilan tambahan, yang notabene tidak memiliki arti yang bernilai kekal.
Berita yang paling menyedihkan adalah kenyataan bahwa filsafat duniawi seperti ini bahkan sudah masuk sampai ke dalam gereja. Entah berapa banyak pengkhotbah wanita yang memberitakan bahwa sebagai seorang wanita, mereka tidak boleh hanya menjadi ibu rumah tangga, tetapi harus berdaya guna bagi sesama. Pertanyaannya, apa sih yang dimaksud dengan “berguna” dan berguna bagi siapa? Apakah dengan menjadi ibu rumah tangga artinya mereka telah menyia-nyiakan hidup mereka? Hey… maafkan saya bapak/ibu pengkhotbah, tidak ada pelayanan yang lebih mulia ketimbang melayani keluarga, bahkan seharusnya seorang pria yang tidak berhasil di dalam keluarga, ia tidak berhak menjadi penatua dan diaken (1 Tim 3:1-7). Jadi di sini kita melihat bahwa ukuran yang utama dalam pelayanan adalah keluarga, bukan kesuksesan di luar. Saudara bisa saja mengatakan saya ketinggalan jaman, kuno, atau bahasa gaulnya jadul, tetapi saya juga bisa mengatakan bahwa saudara adalah orang yang tidak bertanggung jawab, bukan saja di hadapan Allah, tetapi juga kepada generasi yang akan datang.
Saya heran bahkan sangat heran, mengapa kebenaran yang sangat sederhana seperti ini bisa diputar-balikkan menjadi sebuah cibiran. Berapa banyak dari ibu rumah tangga yang merasa minder “HANYA” karena mereka seorang ibu rumah tangga? Lihatlah negara Amerika, betapa hancurnya moral anak-anak muda di sana, mengapa? Fatherless and Motherless! Yang lebih celaka lagi, ketidak-hadiran para orang tua jaman sekarang bukan hanya karena mereka sibuk di dalam pekerjaan, tetapi juga sibuk di dalam pelayanan gereja. Ironis sekali, pelayanan yang paling utama ditinggalkan, sedangkan pelayanan yang sekunder diutamakan! Mungkin orang-orang Kristen modern harus mendengar apa yang disampaikan Oprah Winfrey dalam beberapa kesempatan (yang menurut pendapat saya bisa dikatakan sebagai salah seorang wanita karir paling sukses menurut ukuran dunia): “Pekerjaan paling berat yang dapat dilakukan seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga”. Tentunya yang dimaksud di sini adalah ibu rumah tangga dalam arti yang sesungguhnya, yaitu mereka yang mengurus rumah tangganya dengan rajin sebagai suatu pekerjaan (dan pelayanan), bukan hanya ibu rumah tangga sebagai status, di mana mereka tidak pernah melakukan pekerjaan apapun bagi kebahagiaan keluarganya.
Jadi, inilah seruan pertobatan bagi kita semua: Hai pria-pria, jikalau engkau terlalu sibuk dengan pekerjaan, hobi, atau bahkan pelayanan, lebih daripada memperhatikan istri dan anak-anakmu, bertobatlah, sadarilah bahwa itu adalah pelayananmu yang sejati. Hai wanita-wanita, bila suamimu sudah memberikan cukup nafkah bagi seluruh keluargamu, berhentilah mengejar karir dan harta yang hanya bernilai di dunia ini saja. Belajarlah untuk melayani suami dan anak-anakmu. Hal itu tidak menjadikanmu sebagai wanita yang tidak berguna, sebab di mata Tuhan, itu adalah pelayananmu yang paling mulia.
Dengan berkata seperti ini, saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa para pria tidak boleh bekerja keras atau memiliki hobi. Demikian pula saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa para wanita tidak boleh bekerja. Tujuan saya adalah membuat saudara memahami apa yang seharusnya menjadi prioritas. Intinya adalah keseimbangan. Seimbang dalam hal bekerja (yang sesungguhnya apabila dilakukan dengan motivasi yang benar adalah sebuah pelayanan). Seimbang dalam hal memberikan waktu untuk keluarga. Juga seimbang dalam hal pelayanan gerejawi (seandainya saudara memang dipanggil untuk melayani di gereja).
Sebagai penutup, pada akhirnya yang menentukan apakah sebuah pelayanan bernilai atau tidak di mata Tuhan adalah motivasi kita di dalam melakukan pelayanan itu. Memandikan seorang anak bisa menjadi sebuah pelayanan yang sangat besar nilainya bila dilakukan dengan motivasi yang benar, yaitu kasih kepada sesama. Namun, pelayanan yang sama, akan menjadi tidak berarti nilainya apabila dilakukan karena terpaksa atau sebagai kewajiban belaka.



MAKNA PELAYANAN
Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
(Galatia 2:19-20)
Related image
Sebelum kita melangkah kepada bagian akhir dari khotbah ini, ijinkan saya mengulang secara ringkas beberapa point penting mengenai pelayanan.
1.   Dasar pelayanan adalah KASIH ALLAH. Allah yang sudah terlebih dahulu mengasihi kita melalui pengorbanan Anak-Nya di atas kayu salib. Dan sebagai ucapan syukur atas kebaikan Allah, marilah kita saling melayani.
2.   Motivasi pelayanan yang terbaik adalah KASIH KEPADA SESAMA. Biarlah kebenaran ini menjadi bagian dalam diri kita. Bagaimana caranya? Hiduplah dekat dengan Sang Kasih supaya Ia dapat memanifestasikan kasih-Nya melalui kita (buah Roh – Gal 5:22-23).
3.   Tujuan dari pelayanan adalah ORANG LAIN MERASAKAN KASIH. Dalam segala hal yang berhubungan dengan orang lain merasakan kasih, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai sebuah pelayanan. Jangan lupa, Alkitab berkata bahwa memberikan secangkir air sejukpun, kita tidak akan kehilangan upahnya.
Sekarang, sebagai kesimpulan akhir dari ketiga point diatas, kemudian ditambah dengan teks Galatia 2:19-20, apakah makna dari sebuah pelayanan? Makna dari sebuah pelayanan adalah MENYATAKAN SANG KASIH YANG ADA DI DALAM DIRI KITA KEPADA DUNIA MELALUI PERBUATAN-PERBUATAN KASIH YANG KITA LAKUKAN DENGAN TUJUAN ORANG LAIN MERASAKAN KASIH. Allah sudah lebih dahulu menyatakan kasih-Nya, dan Sang Kasih itu tinggal di dalam diri kita, jadi apalagi makna dari sebuah pelayanan selain menyatakan Sang Kasih yang ada di dalam diri kita kepada orang lain, di mana tujuannya supaya mereka dapat merasakan sentuhan kasih dari Sang Kasih.
Rasul Paulus berkata bahwa ia telah mati dan hidup yang dihidupinya sekarang adalah milik Kristus, yang hidup di dalam dia. Kebenaran ini adalah untuk setiap orang percaya. Artinya, hidup yang kita jalani sekarang adalah kepunyaan Allah. Manusia lama kita sudah mati bersama dengan Kristus – yaitu melalui karya-Nya di atas kayu salib yang dilambangkan dengan baptisan – yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Kristus datang untuk membebaskan kita dari hukum dosa. Maksudnya, kita bukan lagi hamba-hamba dosa, melainkan hamba kebenaran. Kita sudah dibeli dengan darah Kristus, sebagaimana seorang budak dibeli dengan sejumlah uang, dari iblis, yang adalah tuan dari segala dosa, menjadi kepunyaan Allah, yang adalah Tuan dari segala kebenaran.
Banyak orang Kristen telah salah mengerti tentang makna kemerdekaan di dalam Kristus. Kristus sudah membebaskan kita dari hukum dosa, yaitu hukum yang telah membuat kita menjadi hamba dosa, bukan supaya kita bebas melakukan apa saja yang kita kehendaki, melainkan supaya kita menjadi hamba kebenaran. Perhatikan baik-baik bahwa kita tidak pernah menjadi orang yang bebas dalam arti yang sebenar-benarnya. Semula kita adalah hamba dosa, kemudian kita dibeli dan menjadi hamba kebenaran. Keduanya adalah hamba, atau dengan bahasa yang lebih tepat, keduanya adalah budak (doulos = slave). Kondisi ini bukan pilihan, tetapi sebuah kenyataan yang harus kita terima apa adanya.
Seorang budak tentunya tidak memiliki hak atas hidupnya. Apa yang diperintahkan oleh tuannya adalah sesuatu yang sifatnya tidak bisa dibantah. Harus dilakukan, sebab bila tidak, mereka akan menanggung akibatnya! Demikian pula dengan status kita. Allah adalah tuan kita dan kita adalah budak-Nya. Perintah-Nya harus dilakukan dan tidak bisa ditawar-tawar. Untungnya, Tuan kita adalah Tuan yang baik, yang tidak menghajar budak-budak-Nya dengan hukuman bila mereka berbuat salah atau tidak taat, melainkan memberikan pengarahan, teguran, didikan dan peringatan, dengan tujuan supaya mereka dapat melakukannya dengan lebih baik di kemudian hari.
Sebagai kata-kata penutup dari khotbah tentang makna pelayanan ini, dengarkanlah suara Tuan kita yang telah memberikan perintah-Nya:
1.   Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan (Roma 12:11).
2. Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Galatia 5:13).
3. Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah (1 Petrus 4:10). 
Amin.

0 Response to "MAKNA PELAYANAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel